Latest Post

Random Posts

Kamis, 19 Mei 2016

MENUJU PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN




MENUJU PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Tetapi, sudah sejak lama pembangunan kota hanya melulu mengindahkan aspek ekonomi semata. Pembangunan kota yang berorientasi ekonomi seperti yang terjadi selama ini hanyalah menghasilkan berbagai permasalahan baru menyangkut fisik, sosial budaya dan lingkungan. Dua puluh enam tahun yang lalu, tepatnya tahun 1986, John Ormsbee Simonds dalam bukunya yang berjudul Earthscape (dalam Budihardjo dan Sujarto, 2009) telah mengingatkan bahwa para pengelola kota bersama kalangan pengusaha dan masyarakat luas sedang bersama-sama melakukan apa yang disebutnya dengan ‘ecological suicide’ atau bunuh diri ekologis.
Setahun setelah John Ormsbee Simonds melansir bukunya, pada tahun 1987 World Commission on Environment and Development dibawah pimpinan Gro Harlem Bruntland menerbitkan laporan yang bertajuk “Our Common Future”. Dalam laporan ini, anggota komisi menyetujui satu isu utama yang penting, yaitu pada kenyataannya banyak kegiatan pembangunan telah mengakibatkan kemiskinan dan kemerosotan serta kerusakan lingkungan. Kesepakatan ini meyakinkan para anggota komisi bahwa suatu jalan baru untuk pembangunan perlu ditempuh, yaitu jalan yang akan membawa kemajuan kemanusiaan, tidak saja hanya di beberapa bagian dunia untuk sementara waktu, tapi untuk seluruh bagian dunia dan untuk jangka waktu yang lebih lama. Dalam laporan ini, istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mulai dipopulerkan. Menurut komisi Bruntland, sustainable development (pembangunan berkelanjutan) adalah “pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.”

Cita-cita dan agenda utama pembangunan berkelanjutan tidak lain adalah upaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Gagasan dibalik itu adalah, pembangunan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup harus dipandang terkait satu sama lain, sehingga unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya.
Mengingat peran kota yang begitu besar pada masa kini dan mendatang, maka konteks pembangunan kota yang berkelanjutan dapat diartikan sebagai “pembangunan kota yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanannya, tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka.” Pembangunan kota yang berkelanjutan harus menghasilkan ekonomi yang kuat, lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang relatif setara penuh keadilan, kadar peranserta masyarakat yang tinggi dan konservasi energi yang terkendali dengan baik.
Beberapa pemikir di bidang perencanaan dan perancangan kota, serta lingkungan buatan di perkotaan, berpendapat bahwa untuk mencapai proses pembangunan kota yang berkelanjutan, perlu perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dan berlandaskan etika lingkungan non-antroposentris. Taylor (dalam Gondokusumo, 2011) menyebutkan bahwa etika lingkungan non atroposentris memandang manusia sebagai anggota komunitas hidup di dunia, seperti juga semua mahluk hidup lainnya, dan mempunyai kedudukan yang sama dengan mahluk hidup lainnya.
Proses pembangunan kota yang berkelanjutan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi di dalam masyarakat dan antara masyarakat dan lingkungannya. Evaluasi itu dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah evaluasi berdasarkan kriteria pembangunan berkelanjutan. Gondokusumo (2011) menyebutkan kriteria pembangunan kota yang berkelanjutan sebagai 3 PRO, yaitu:
1. Pro keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender.
2. Pro ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.
3. Pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non antroposentris menjadi pedoman hidup stakeholder di kota, sehingga para stakeholder ini selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumber daya alam vital dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material.
Pembangunan kota yang berkelanjutan mensyaratkan tidak hanya keberlanjutan sosial – ekonomi – budaya, namun juga keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan lingkungan terkait dengan dampak polusi dan konsumen di perkotaan tergantung pada daya dukung lingkungan dan sumber daya alam seperti tanah, air dan energi. Sebagai penutup, perlu ada pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman utama bagi pembangunan kota yang berkelanjutan.

MENUJU PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: IrfanHD

0 komentar:

Posting Komentar