Latest Post

Random Posts

Rabu, 08 Juni 2016

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK PADA PEMBERIAN OTONOMI DAERAH (kebijakan publik)



ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
PADA PEMBERIAN OTONOMI DAERAH


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Kebijakan Public











Disusun oleh :

IRFAN HIDAYAT
13520103
IP2L








PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan Timoho 317, Yogyakarta 55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Otonomi di daaerah adalah sebuah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyrayakat setempat sesuai dengan perturan perundang undangan. Yang dikaitkan dalam dua nilai dasar yang terdapat pada UUD 1945 yang berkenan engan pelaksanaan desentalisasi dan otonomi di daerah di Indonesia, yaitu pertama tentang Nilai Unitaris yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak punya kesatuan pemerintahan lain didalamnya yang bersiapat Negara, yang berarti kedaulatan melekat di rakyat, bangsa bangsa dan Negara republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan kesatuan pemerintahan. Dan yang kedua yaitu tentang Nilai dasar desentralisasi territorial, dari isi dan jiwa pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya bahwa pemerinttah ini wajib melaksanakan politik desentralisasi dan politik dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Sebagai contoh pada krisis ekonomi dan yang lainnya yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Di satu sisi, krisis tersebut telah memberikan dampak yang luar biasa pada kemiskinan, namun disatu sisi krisis tersebut juga memberi “berkah tersembunyi” bagi upaya peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia dimasa yang akan datang. Karena krisis ekonomi dan krisis-krisis yang lainnya yang dialami telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total tersebut adalah mewujudkan masyarakat yang madani terciptanya good governance, dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Disamping itu reformasi juga telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial, sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan pradigma di berbagai bidang kehidupan.
Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah menimbulkan rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi didaerah. Arahan dan kebutuhan akan undang-undang yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati dan sehingga pemerintah daerah sering kali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk pelayanan kepada masyarakat.
Kedua, tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era permainan baru yang membawa aturan baru pada semua aspek kehidupan dimasa yang kana datang. Dimana pada masa yang akan datang pemerintah akan kehilangan kendali pada banyak persoalan seperti perdagangan internasional, informasi dan ide maupun keuangan. Dengan banyaknya berbagai persoalan tersebut, maka pemerintah akan kesulitan untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang sepele yang dihadapi oleh masyarakat.
Untuk menghadapi permainan baru yang penuh dengan aturan baru tersebut, dibutuhkan strategi baru. Berbagi ketetapan MPR yang telah dihasilkan melalui sidang istimewa. Salah satu ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan keuangan pusat dengan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” Dengan TAP MPR itulah sebagai landasan keluarnya UU no.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antar pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah yang kan membawa angin segar bagi pengembangan otonomi daerah. Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah. Namun direvisi lagi dengan UU No.32 tahun 2004 sebagai koreksi kelemahan-kelemahan UU sebelumnya dan ditambah dengan pemilihan langsung kepala daerah.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah tugas ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut
1.      Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2.      Bagaimana pemerintah bias memberikan otonomi daerah ?
3.      Bagaimana pengaruh pada daerah dengan melakukan otonomi daerah ?
4.      Apa contoh bahwa otonomi daerah bisa membuat daerah lebih mandiri dan lebih baik ?

1.3  Tujuan
Dalam penulisan tugas ini saya mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
Untuk menambah pengetahuan saya dan pembaca mengenai kebijakan pemberian otonomi daerah.

1.4  Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan tugas ini saya menggunakan beberapa metode dalam melakukan pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.      Dengan mencari informasi dari internet tentang pemberian otonomi daerah.
2.      Dengan mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang pemberian otonomi daerah..
3.      Dengan bertanya kepada orang-orang yang ahli dan lebih mengetahui tentang otonomi daerah.





BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Perkembangan Otonomi Daerah
Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar ke-wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah. Menguatnya isu Putra Daerahisme dalam pengisian jabatan akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah, disamping itu juga akan merusak rasa persatuan dan kesatuan yang telah kita bangun bersama sejak jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Setiap manusia Indonesia dijamin oleh konstitusi, memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri sesuai dengan profesi dan keahliannya dimanapun di wilayah nusantara ini.
Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard Pelayanan Publik yang mudah, murah dan cepat. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom yang mumpuni perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak diragukan, sehingga merit system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di daerah.
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini :
  1. UU No. 1 tahun 1945
Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
  1. UU No. 22 tahun 1948
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
  1. UU No. 1 tahun 1957
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
  1. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
  1. UU No. 18 tahun 1965
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
  1. UU No. 5 tahun 1974
Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
  1. UU No. 22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
  1. UU No. 32 tahun 2004
Keluarnya UU ini merupakan koreksi total atas kelemahan yang terdapat dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan Antara pemerintah Pusat dengan Daerah, juga dilengkapi dengan sistem pemilihan langsung kepala daerah

II.2 Lebih Mengenal Tentang Kebijakan Otonomi Daerah dalam Kontek UUD 1945
Suatu negara pasti memiliki berbagai masalah dalam kehidupan masyarakatnya. Negara atau pemerintahan memegang tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya, negara atau pemerintahan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan-permasalahan yang terjadi. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan yang berupa kebijakan publik atau kebijakan yang berlaku secara umum bagi rakyatnya. Kebijakan publik yang akan dikeluarkan diharapkan menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Berikut penjelasan/ pengertian kebijakan menurut beberapa ahli:
1.      Mustopadidjaja (2002) kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
2.      Thomas R.Dye (1981) kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun dilakukan pemerintah.
3.      Easton (1969) kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat.
4.      Anderson (1975) kebijakn publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan atau pejabat-pejabat pemerintahan.
5.      Chandler dan Plano (1998) kebijakan publik adalah pemanfaatn yang strategis terhadap sumberdaya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
Menurut penulis kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi segala masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakatnya. Kebijakan publik menitik beratkan pemerintahan sebagai pembuat keputusan. Sebelum pemerintah memberikan kebijakan publik, terdapat proses analisis kebijakan. Dunn (1994), menyatakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis.
Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu :
1.   Penyusunan agenda,
2.   Formulasi kebijakan,
3.   Adopsi kebijakan,
4.   Implementasi kebijakan,
5.   Penilaian kebijakan.
Sedangkan menurut Wayne Parsons dalam bukunya “PUBLIK POLICY”, menyatakan analisis proses kebijakan adalah bagaimana cara mendefinisikan problem, menetapkan agenda, merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, serta mengevaluasi dan mengimplementtasikan kebijakan.
Karena begitu banyaknya terdapat hal-hal yang mengenai kebijakan publik, bahasan yang akan dibahasa dalam penulisan ini adalah otonomi daerah ditinjau dari segi pendidikan yang terjadi. Berbicara mengenai otonomi daerah maka kita harus mengerti apa itu otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi dasar hukum otonomi daerah adalah UUD RI Tahun 1945 pasal 18, UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2003. Ada pun tujuan otonomi daerah antara lain:
1.   Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik,
2.   Pengembangan kehidupan demokrasi,
3.   Keadilan,
4.   Pemerataan,
5.   Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara daerah dalam rangka keutuhan NKRI,
6.   Mendorong untuk memberdayakan masyarakat,
7.   Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Ketika tujuan umum dari sutu organisasi telah ditentukan, itu bukan berarti bahwa proses keputusan telah selesai, tugas ‘memutuskan’ ada di seluruh bagian administrasi organisasi.
Untuk memberi hak otonom kepada suatu daerah setidaknya daerah harus mencukupi tiga aspek yang menjadi syarat, sebagai berikut:
1.      Administrasi
a.   Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
b.   Untuk kabupaten meliputi persetujuan DPD kabupaten atau Bupati
2.      Teknis
a.   Kemampuan ekonomi
b.   Potensi daerah
c.   Sosial budaya
d.   Sosial politik
e.   Kependudukan
f.    Luas daerah
g.   Pertahanan
h.   Keamanan
i.    Faktor lain yang memungkinkan terselengaranya otonomi daerah
3.      Fisik
a.   Paling sedikit 5 kabupaten untuk provinsi
b.   Paling sedikit 4 kecamatan untuk kabupaten
Bagaiman cara melihat bahwa suatu daerah itu dikatakan berhasil menjalankan otonomi daerahnya atau bagaiman suatu daerah menjalankan pemerintahannya dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut dapat berupa pendapatan asli daerah (PAD), sumber daya manusia (SDM), mutu pendidikan dan lain-lain.
Yang akan di bahas dalam penulisan ini adalah bagaiman kualitas pendidikan Indonesia sejak pendidikan itu berubah arah dari sentralistik menjadi desentralistik. Sejauh mana daerah-daerah menyiapkan diri selama ini mengubah mutu pendidikan dan bagaiman kualitas para guru selama reformasi ini.

II.3 Kebijakan Otonomi Daerah DalamKontek Pendidikan
Otonomi daerah dalam pendidikan dapat juga disebut otonomi pendidikan, karena daerah-daerah diberi mandat kebebasan mengatur manajemen pendidikan di setiap daerahnya masing-masing. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, masyarakat dan Pemerintah.
Walaupun pemberian hak otonom kepada daerah untuk menjalankan sendiri pendidikan di daerahnya, pemerintah pusat juga mempunyai hak atau wewenang untuk melakukan intervensi pendidikan berupa standard kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional dan penilaian secara nasional, standard materi pelajaran pokok, gelar akademik, biaya peyelenggaraan pendidikan, penerimaan perpindahan, sertifikasi siswa/mahasiswa, benda cagar budaya, dan kalender akademik.
Berikut konsep otonomi pendidikan dalam konteks desentralisasi pendidikan menurut Tilaar yang mencakup enam aspek, yakni:
1.   Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah,
2.   Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
3.   Penguatan kapasitas manajemen pemerintahan daerah,
4.   Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
5.   Hubungan kemitraan “stakeholder” pendidikan, dan
6.   Pengembangan infrastruktur sosial.
Dari penjelasan Tilaar dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendididkan itu sendiri.
Secara implikasinya bahwa setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan pengkajian yang mendalam dan meluas sesuai dengan perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya. Kemandirian daerah harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga penyusunan strategi yang matang dan mantab dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang produktif.
Untuk mengoptimalkan desentralisasi pendidikan yang dilakukan daerah-daerah memerlukan peran masyarakat, karena sistem berfikir masyarakat adalah tongkat mutu pendidikan suatu daerah. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan, tidak sekedar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan kebijakan tersebut harus dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya (Ali Imron 2008: 80).
Apabila pendidikan disingkirkan dari tanggung jawab dan partisipasi masyarakat, maka pendidikan itu akan menjadi asing dari masyarakat karena tidak memberikan jawab terhadap kebudayaan nyata. Dengan kata lain pendidikan yang terlepas dari masyarakat dan budaya masyarakatnya, adalah pendidikan yang tidak mempunyai akuntabilitas. Semakin besar partisipasi masyarakat didalam pendidikannya, semakin tinggi pula akuntabilitas pendidikan tersebut, termasuk di dalam relevansi pendidikan terhadap kebutuhan yang nyata dalam masyarakat. Sistem desentralisasi pendidikan yang telah dianut, memungkinkan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam usahanya untuk menciptakan masyarakat yang madani. Masyarakat madani Indonesia yang secara keseluruhan menentukan akuntabilitas dan relevansi pendidikan.

II.4 Dampak Otonomi Daerah
Selain keuntungan yang didapat serta diperoleh dengan adanya otonomi daerah juga ada sisi buruknya malahan semakin memperburuk keadaan. Beberapa Bupati menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka –suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunan bagi budget mereka. Kelompok-kelompok masyarakat sipil menyerukan agar otonomi daerah dikembalikan pada jalur semula –yang menjamin tujuan-tujuan awal untuk memperkuat demokrasi lokal. Selain itu, mereka juga menyerukan agar desakan untuk membangun pemerintahan yang bersih tidak dilupakan dalam arus cari untung dari sumber daya alam.
Sejalan dengan perjalanan waktu, kebijakan tersebut menuai banyak persoalan, antara lain masalah kordinasi antar daerah otonom tingkat provinsi dan kabupaten, munculnya “raja-raja kecil” di daerah yang cenderung melakukan abuse of power yang mengabaikan nilai etik dalam berpolitik, sulit melakukan supervisi daerah otonom dan lain sebagainya. Kemudian Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai Otonomi Daerah, yakni dengan pemberlakuan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Semangat yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut tidak ditujukan untuk melakukan “resentralisasi” atas apa yang telah didesentralisasikan, namun lebih ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dan menambah manfaat positif dari otonomi daerah sebagai salah satu agenda utama reformasi. Untuk membangun tata pemerintahan yang baik bagi kebaikan dan kesejahteraan rakyat, implementasi otonomi daerah perlu terus dicermati, dievaluasi dan disempurnakan

II.5 Kelemahan Otonomi Daerah
Tidak heran jika wewenang yang besar itu justru melahirkan penyimpangan, yaitu mengalirkan dana negara ke kantong pribadi.serta terjadinya berbagai penyimpangan-penyimpangan lainnya diantaranya
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:
1.   Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
a.   Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.   Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2.   Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
a.   Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b.   Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4.   Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :
a.   Pemotongan dana bantuan sosial
b.   Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5.   Bantuan fiktif
Modus :
Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
6.   Penyelewengan dana proyek
Modus :
a.   Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b.   Memotong dana proyek tanpa sepengetahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Modus :
Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu nihil.
8.   Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.
Modus :
a.   Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b.   Penetapan target penerimaan pajak lebih rendah dari penerimaan riil.
9.   Manipulasi proyek-proyek fisik (jalan, jembatan, bangunan, kantor, sekolah, asrama)
Modus :
a.   Mark up nilai proyek
b.   Pungutan komisi tidak resmi terhadap kontraktor
10. Daftar Gaji atau honor fiktif
Modus : Pembuatan pekerjaan fiktif.
11. Manipulasi dana pemeliharaan dan renovasi fisik.
Modus :
a.   Pemotongan dana pemeliharaan
b.   Mark up dana pemeliharaan dan renovasi fisik
12. Pemotongan dana bantuan (inpres, banpres)
Modus :
Pemotongan langsung atau tidak langsung oleh pegawai atau pejabat berwenang.
13. Proyek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fiktif (tidak ada proyek atau intensitas)
Modus :
Tidak ada proyek atau intensitas yang tidak sesuai laporan. Misalnya kegiatan dua hari dilaporkan empat hari.
14. Manipulasi ganti rugi tanah dan bangunan
Modus :
Pegawai atau pejabat pemerintah yang berwenang tidak memberikan harga ganti rugi secara wajar atau yang disediakan.
15. Manipulasi biaya sewa fasilitas dan transportasi
Modus :
Manipulasi biaya penyewaan fasilitas pemerintah kepada pihak luar
16. Pembayaran fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri sipil, prajurit, tahanan dan lain-lain
Modus :
a.   Alokasi fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri Sipil, prajurit tahanan dalam catatan resmi seperti APBD.
b.   Menggunakan kuitansi fiktif.
17. Pungli Perizinan; IMB, sertifikat SIUPP, besuk tahanan, ijin tinggal, ijin TKI, ijin frekuensi, impor ekspor, pendirian apotik, RS, klinik, Delivery Order pembelian sembilan bahan pokok agen dan distributor.
Modus :
a.   Memungut biaya tak resmi kepada anggota masyarakat yang mengurus perijinan.
b.   Mark up biaya pengurusan ijin
c.   Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.
18. Pungli kependudukan dan Imigrasi
Modus :
a.   Memungut biaya tidak resmi kepada anggota masyarakat yang mengurus perijinan.
b.   Mark up biaya pengurusan ijin
c.   Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.
19. Manipulasi Proyek Pengembangan Ekonomi Rakyat
Modus : Penyerahan dalam bentuk uang.
20. Korupsi waktu kerja
Modus :
a.   Meninggalkan pekerjaan
b.   Melayani calo yang memberi uang tambahan
c.   Menunda pelayanan umum




















BAB III
PENUTUP

Pelaksanaan otonomi daerah memungkinkan pelaksanaan tugas umum Pemerintahan dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta dapat menjadi sarana perekat Integrasi bangsa. UU No. 22 1999 jauh lebih Desentralistik dibandingkan dengan UU No. 5 1974 namun karena pelaksanaan nya berbarengan dengan pelaksanaan Reformasi yang mengakibatkan efuria-efuria di kalangan masyarakat maka pelaksanaan otonomi daerah dapat juga diwarnai efuria baik dari Kepala daerah maupun dari para anggota DPRD. Untuk itu maka keluarlah UU No.32 tahun 2004 sebagai ganti dari UU sebelumnya serta koreksi total atas segala kelemahan-kelemahan yang ada pada UUNo.22 tahun 1999.
Untuk menjamin agar pelaksanaan otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja Pemda dengan mitranya DPRD agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan yang baik good government dan Clean government.
Bila semua daerah otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan demokratis, maka pemerintah kita secara nasional pada suatu saat nanti entah kapan mungkin juga akan dapat menjadi birokrasi yang bersih dan professional sehingga mampu menjadi negara besar yang diakui dunia.
Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah.
Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokratis membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Demokratisasi pendidkan(desentralistik pendidikan) harus dimulai dari proses evaluasi pengembangan kurikulum, dan tidak hanya sekedar konteks pe-nyusunan kurikulum sekolah secara keseluruhan, tetapi juga pengimplementasinya pada setiap mata pelajaran disetiap level tertentu. Mengenai guru, sebaiknya guru melakukan tes kompetensi kepada siswanya di awal pembelajaran untuk menetapkan batas-batas awal kurikulum yang harus dibelajarkan, serta mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai batas kompetensi tertentu dengan kualitas input yang mereka terima. Proses pembelajaran yang dilakukan guru harus demokratis, yakni semua siswa dalam semua kategori memperoleh layanan yang wajar dari guru, bahkan guru sebaiknya bertanya pada siswanya tentang pokok bahasan yang ingin mereka pelajari, berikut bentuk-bentuk penugasannya, lalu dibahas bersama sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak mengabaiakan tujuan pembelajaran, dan target-target kurikuler yang harus dicapai. Pendekatan collaborative learning diharapkan mampu menumbuhkan rasa memiliki siswa terhadapa program pembelajaran yang dilakukan, penghargaan yang wajar pada siswa, dan gairah belajar siswa harus ditingkatkan.







DARFTAR PUSTAKA

Imron, Ali., 2008. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia : proses produk dan masa depannya. Jakarta : Bumi Aksara.
 Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., 2007. Paradigma Pendidikan Demokrasi : Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Persons, Wayne., 2006. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
M. Cham, Sam dan T.Sam, Tuti., 2005. Analisis SWOT : Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Kumandar, S.Pd., M.Si., 2007. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Harian Umum Republika edisi 22 November 2000, 10 Januari 2001, 9 Maret 2001 dan 20 Maret 2001.
Kasim,Azhar 1993, Pengukuran Efektifitas dalam Organisasi, Lembaga Penerbit FEUI bekerjasama dengan Pusat antar universitas Ilmu-ilmu Sosial UI.
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 1974.
Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Otonomi Daerah.
www.Google.co.idDesentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah.November
www.Google.co.idPerkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.
www.Google.co.idOtonomi Daerah Dan Pelayanan Publik.

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK PADA PEMBERIAN OTONOMI DAERAH (kebijakan publik) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: IrfanHD

0 komentar:

Posting Komentar