BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang
pemerintahan daerah merupakan kebijakan yang lahir dalam rangkamenjawab dan memenuhi
tuntutan reformasi akan demokratisasi hubungan Pusatdan daerah serta upaya
pemberdayaan daerah. Otonomi daerah menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dipahami
sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur danmengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Jadi, dapatdipahami disini bahwa
inti dari otonomi daerah adalah demokratisasi danpemberdayaan. Otonomi daerah
sebagai demokratisasi maksudnya adalah adanyakesetaraan hubungan antara pusat
dan daerah, dimana daerah mempunyaikewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan, kebutuhan dan aspirasimasyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan
daerah akan mendapatkan perhatiandalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat.Adanya
otonomi daerah merupakan upaya dari good governance yangberjalan di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian Good Governance?
2.
Bagaimana prinsipdan pilarGood Governance?
3.
Bagaimana hubungan antara Good Governance dengan otonomi daerah?
4.
Bagaimana optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah melalui Good Governance?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah berjudul “Good Governance dalam
Otonomi Daerah” ini adalah:
Ø Sebagai pemenuhan tugas (UTS Take Home) mata kuliah Otonomi Daerah dan
Desentralisasi yang diberikan oleh Bapak Dr.H.Hidayat Atori, M.Si
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Good Governance
kata ‘good’ pada Good
Governance bermakna:
1.
Berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
2.
Keberdayaan masyarakat dan swasta.
3.
Pemerintahan yang bekerja sesuai dengan hukum positif negara.
4.
Pemerintahan yang produktif, efektif dan efisien.
Sementara ‘governance’ nya
bermakna:
1.
Penyelenggaraan pemerintah.
2.
Aktivitas pemerintah melalui fasilitas publik dan pelayanan publik.
Good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Terkandung substansi nilai:
·
Bagaimana pemerintah memimpin negara dengan bersih
·
Bagaimana masyarakat mengatur dirinya sendiri secara mandiri
·
Bagaimana pemerintah dan masyarakat menyelenggarakan pemerintahan secara
bertanggungjawab.
istilah Good Governance
pertama kali dipopulerkan oleh lembaga dana internasional seperti World Bank
dan UNDP. World Bank mendefinisikan kata governance the way state power is
used in managing economic and social resources for development society.
Pengertian ini menggambarkan bahwa governance adalah cara, yakni cara
kekuasaan negara untuk mengelola sumber-sumber daya ekonomi dan sosial guna
pembangunan masyarakat. Cara ini lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat
teknis.
Sejalan dengan pendapat
World Bank, UNDP (United Nation Development Program) mengemukakan
definisi governance sebagai the exercise of political, economic and
administrative authority to manage a nation’s affair at all levels. Kata
governance berarti penggunaan atau pelaksanaan, yaitu penggunaan kewenangan
politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah-masalah nasional
pada semua tingkatan. Disini, titik tekannya pada kewenangan, kekuasaan yang
sah, atau kekuasaan yang memiliki legitimasi. Berdasarkan pengertian tersebut,
World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial
dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih
menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan
negara.
Menurut Pierre
Landell-Mills &Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance
sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya
demi pembangunan sosial ekonomi. Sedangkan menurut Robert Charlick mengartikan
ggo governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan/atau kebijakan yang absah demi untuk
mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
Namun untuk ringkasnya
Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan
yang baik. Kata ‘’baik’’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah
tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.
B.
Prinsip dan Pilar Good Governance
Kunci utama memahami good
governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Bertolak dari
prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan.
Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip itu diantaranya
adalah:
1.
Partisipasi (Participation)
Sebagai pemilik
kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil
bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan, serta bermasyarakat.
Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui institusi
intermediasi, seperti DPRD, LSM, dan lainnya. Partisipasi yang diberikan dapat
berbentuk buah pikiran, dana, tenaga, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang
bermanfaat. Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan
implementasi, tetapi secara menyeluruh, mulai tahapan penyusunan kebijakan,
pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaatan hasil-hasilnya.
Syarat utama warga negara
disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan
berpemerintahan, yaitu:
a.
Ada rasa kesukarelaan.
b.
Ada keterlibatan secara emosional.
c.
Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari
keterlibatannya.
2.
Penegakan hukum (Rule of Law)
Good governance
dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil
dan tidak pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta
kehidupan yang demokratis, tetapi anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas
berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain
dengan menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good
governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya,
perangkat kerasnya maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya.
3.
Transparansi (Transparancy)
Salah satu karakteristik
good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat
zaman yang serba terbuka adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut
mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik, dari proses
pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik, sampai pada tahapan
evaluasi.
4.
Daya tanggap (responsiveness)
Sebagai konsekuensi logis
dari keterbukaan, setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good
governance harus memiliki daya tanggap terhadap keinginan atau keluhan para
pemegang saham (stake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut,
terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup,
arogan, serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu
dilakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction).
5.
Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Kegiatan bernegara,
berpemerintahan, dan bermasyarakat pada dasarnya merupakan aktivitas politik,
yang berisi dua hal utama, yaitu konflik dan konsensus. Dalam good
governance, pengambilan keputusan ataupun pemecahan masalah bersama lebih
diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk
konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi
bangsa indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena nilai dasar kita
dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui musyawarah untuk mufakat.
6.
Keadilan (equity)
Melalui prinsip good
governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan. Akan tetapi, karena kemampuan masing-masing warga negara
berbeda-beda, sektor publik harus memainkan peranan agar kesejahteraan dan
keadilan dapat berjalan seiring sejalan.
7.
Efektif dan efisien (efectiveness and efficiency)
Agar mampu berkompetisi
secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan ketiga domain dan governance
harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan
perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena
sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa kompetisi, tidak
akan ada efisiensi.
8.
Akuntabilitas (accountability)
Setiap aktivitas yang
berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik.
Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja,
tetapi juga pada para pemegang saham yaitu masyarakat luas. Secara teoritis,
akuntabilitas dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
a.
Akuntabilitas organisasi
b.
Akuntabilitas legal
c.
Akuntabilitas politik
d.
Akuntabilitas profesional
e.
Akuntabilitas moral
Dalam era yang berubah
secara dinamis, setiap domain dalam good governance harus memiliki visi yang
strategis. Tanpa visi semacam itu, suatu bangsa dan negara akan mengalami
ketertinggalan. Visi itu, dapat dibedakan antara visi jangka panjangm (long
time vision) antara 20 sampai 25 tahun serta visi jangka pendek (short
time vision) sekitar 5 tahun.
Prinsip-prinsip good
governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal
yang menjadi acuan dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteritik
penyelenggaraan pemrintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good governance
dalam praktik penyelenggaraan negara dituangkan dalam tujuh asas umum
penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Berih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Prinsip atau asas umum dalam penyelenggaraan negara yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 meliputi sebagai berikut:
1.
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
enyelenggaraan negara.
2.
Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3.
Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif,
akomodatif, dan selektif.
4.
Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia negara.
5.
Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggaraan negara.
6.
Asas profersionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu, juga
terdapat pilar-pilar good governance diantaranya:
1)
Negara atau pemerintahan (state), berfungsi dalam hal:
a. Menciptakan kondisi
politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang
efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public
service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan
hidup
f. Mengurus standar
kesehatan dan standar keselamatan publik.
2) Sektor swasta atau
dunia usaha (private sector), berfungsi dalam hal:
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan
kerja
c. Menyediakan insentif
bagi karyawan
d. Meningkatkan standar
hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan
hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi
pengembangan UKM
3)
Masyarakat (society), berfungsi dalam hal:
a. Menjaga agar hak-hak
masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan
public
c. Sebagai sarana cheks
and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan
kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi
antar anggota masyarakat
pada negara yang sedang
berkembang yang sektor swasta dan sektor masyarakat relatif belum maju, sektor
pemerintah memegang peranan yang sangat menentukan. Sektor pemerintah harus
bertindak sebagai promotor pembangunan. Pada saatnya apabila sektor swasta dan
sektor masyarakat semakin maju karena pembangunan, peranan sektor pemerintah
secara bertahap mulai berkurang. Tarik-menarik peranan antara sektor pemerintah
dan sektor swasta dan sektor masyarakat apabila tidak dikelola secara bijak
akan dapat menimbulkan berbagai ketegangan sosial. Dalam hal ini diperlukan
pimpinan nasional yang memiliki dukungan legitimasi politik yang kuat, memiliki
kharisma, serta kemampuan mnajerial untuk mengendalikan perubahan.
C. Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi Daerah
Upaya pelaksanaan tata
pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan pemerintah untuk
melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum,
transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32
Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara
pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen
penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi
satu sama lainnya, yaitu :
1. Urusan Pemerintahan
2. Kelembagaan
3 Personil
4. Keuangan
5. Perwakilan
6. Pelayanan Publik
7. Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas
merupakan elemen dasar yang akan ditata dan dikembangkan serta direvitalisasi
dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan
elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan
kebutuhan nyata dalam rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara
keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD, dari Papua penataan daerah dari
wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat.Setiap elemen tersebut
disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target ideal yang harus
dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara
target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.
Meskipun dalam pencapaian
Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat
mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai
organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk
menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat
penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang
menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak
otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi
kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri.
Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25
tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan
perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh
masyarakat.
Sementara itu dalam upaya
mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127
ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan
kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Sistem akuntabilitas
semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas
lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal
ini merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana
penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD
seringkali tidak berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena
akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur,maka laporan
keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak mempunyaidampak politis ditolak
atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraanpemerintahan
daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak
untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai
perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya
indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah
daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan
baik preventif maupun represif atas masalah.
Informasi dan pendapat
tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang
terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak
memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada
pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan
kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang
diharapkan dapat menjadi ujung tombak pelaksanaan konsep good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan di indonesia.
D. Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah melalui Good Governance
Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsep goverment
(pemerintah) menjadi governance (kepemerintahan). Secara epistemologis,
perubahan paradigma goverment berwujud pada pergeseran mindset
dan orientasi birokrasi sebagai unit pelaksana dan penyedia layanan bagi
masyarakat, yang semula birokrat melayani kepentingan kekuasaan menjadi
birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.
Salah satu bentuk layanan tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat
menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih
jauh kita menelaah kiat-kiat dalam menciptakan regulasi yang kondusif,
tidak ada salahnya apabila kita memulainya dengan memahami terlebih dahulu
beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.
Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik identik dengan pemerintahan yang
mampu memberikan pendidikan gratis, membuka banyak lapangan kerja, mengayomi
fakir miskin, menyediakan sembako murah, memberikan iklik investasi yang
kondusif dan bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, pemerintah dianggap
baik apabila ia mampu melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pelayanan umum yang berkualitas merupakan ukuran untuk
menilai sebuah pemerintahan yang baik, sedangkan pelayanan umum yang buruk
lebih mencerminkan pemerintahan yang miskin inovasi dan tidak
memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya (bad governance).
Berbicara tentang good governance biasanya lebih dekat dengan masalah
pengelolaan manajemen pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake
holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi
sebuah kerangka konseptual tentang cara memperkuat hubungan antara pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. Hubungan yang harmonis
dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang harus ada. Sebab, hubungan
yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat kelancaran
proses pembangunan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep good governance yang dijelaskan tersebut berlaku untuk semua
jenjang pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Mau tidak
mau, mampu ataupun tidak mampu, dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance
karena prinsip tersebut telah menjadi paradigma baru didalam menyelenggarakan
kepemerintahan yang digunakan secara universal.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancangan
undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam
menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut
harus di lakukan. Pada sisi lain, pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk
menyebarluaskan konsep good governance kepada seluruh jajaran pemerintahan
karena konsep tersebut menjadi salah satu ukuran keberhasilan birokrasi
pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Rosidin utang. Otonomi
Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.2010.
Mardiasmo. Otnonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.2004.
Santosa Pandji. Administrasi
Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance. PT Refika Aditama.2008.
0 komentar:
Posting Komentar