Latest Post

Random Posts

Rabu, 08 Juni 2016

RELASI ANTARA MASYARAKAT SIPIL, NEGARA DAN PASAR ( sistem politik )





RELASI ANTARA MASYARAKAT SIPIL, NEGARA DAN PASAR



Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Sistem Politik & Pemerintahan Indonesia












Disusun oleh :

IRFAN HIDAYAT
13520103
IP2L








PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan Timoho 317, Yogyakarta 55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
DAFTAR ISI




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berbicara tentang Massyarakat Sipil dan Negara maka tidak bisa lepas dari satu kata kunci yakni governance yang dimana anatara masyarakat sipil dan negara inilah adanya suatu hubungan atau relasi yang sangat erat karena satu sama lain ini saling menyokong atau salaing berkaitan dalam satu tujuan yang sama yakni yang terfokuskan pada suatu pembangunan dimana pembangunan tersebut bisa membawa dampak baik dalam pengelolaan Negara.
Disini ada 3 orang teoritis yang mengemukakan pendapatnya tentang sebuah relasi atau hubungan antara Masyarakat sipil dan Negara, yakni Hegel, Marx, dan Gramcy. Dengan pendapat yang dikekemukakan pertama oleh Hegel ialah dalam pemikirannya Hegel, masyarakat sipil adalah masyarakat yang hidupnya tidak dicampuri urusannya oleh negara. Dimana Hegel masih mengartikan sebagai sebuah masyarakat biasa, atau sebuah komunitas yang terdiri dari individu-individu, yang kehidupannya tidak dicampuri oleh negara. Dalam kaitan ini Hegel memandang bahwa Negara sebagai pengatur dan pemersatu dari masyarakat sipil melalui hukum, lembaga-lembaga peradilan dan lembaga kepolisian.
Pemikiran Hegel ini diinterpretasikan oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh. Masyarakat sipil dipandang sebagai kelompok yang teralieanasi sehingga masyarakat membutuhkan negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana terjadi penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang sebagai alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu mendapatkan kebebasan dan bekerja semesti kodratnya sebagai manusia.
Dalam kondisi seperti ini bisa disimpulkan bahwa Negara ini akan mati dengan sendirinya. Karena Perwujudan itu dilakukan melalui sebuah revolusi yang akan menghapus kepemilikan alat produksi dari kaum borjuis.
Gramsci menentang teori Marx ini dan mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis harus bertolak dari kondisi yang ada. Perubahan harus dilakukan oleh kelompok buruh melalui sebuah satu kesatuan  dalam masyarakat sipil. karena Gramsci ini sudah mulai memikirkan dengan adanya atau terbentuknya suatu organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun organisasi-organisasi itu saling membangun kesatuannya sendiri, peran negara juga tidak ketinggalan dalam membangun sebuah kesatuan di antara kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun kesatuan dalam masyarakat sipil,karena Negara ini juga memiliki masyarakat politik sebagai alat koersif negara.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan yang telah saya kemukakan di atas, maka masalah tugas ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan relasi atau hubungan antara Masyarakat Sipil dan Negara ?
2.      Bagaimana pengelolaan Masyarakat Sipil pada Negara ?
3.      Bagaimana penataan pemerintah bisa memberikan sebuah dampak positif bagi kehidupan social dan bernegara ?
4.      Bagaimana pengaruh Masyarakat Sipil pada Negara dalam peranan politik pada system pemerintahan ?
5.      Apa saja bentuk dalam sebuah peranan politik terhadap hubungannya dengan organisasi atau kelembagaan Negara pada pengelolaan Negara  ?
6.      Apa saja bentuk dalam peranan Masyarakat Sipil pada Negara dalam perwujudan Demokrasi ?






1.3  Tujuan
Dalam penulisan tugas ini saya mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
1.      Untuk menambah pengetahuan saya dan pembaca mengenai hubungan atau relasi antara Masyarakat Sipil dan Negara.
2.      Menjadikan sebuah dedikasi atau pembelajaran untuk ranah pekerjaan mendatang.
3.      Lebih memahami tentang relasi atau hubungan antara Masyarakat Sipil dan Negara.
4.      Lebih mengerti dimana peranan Massyarakat Sipil bisa berkontribusi besar terhadap Negara.

1.4  Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan tugas ini saya menggunakan beberapa metode dalam melakukan pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.      Dengan mencari informasi dari internet tentang hubungan atau relasi Masyarakat Sipil dan Negara.
2.      Dengan mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang hubungan atau Relasi Masyarakat Sipil dan Negara.
3.      Dengan bertanya kepada orang-orang yang ahli dan lebih mengetahui tentang hubungan atau relasi antara Masyarakat Sipil dan Negara.












BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Masyarakat Sipil dalam mengelola Negara
Pada saat ini pada Negara Indonesia para masyarakat sipil ini tidak hanya berhenti pada mencegah dan mengontrol praktik KKN dan nepotisme namun yang rawan dilakukan oleh para politisi maupun birokrat, masyarakat sipil juga mengembangkan sayapnya hingga ke penilaian kinerja para pejabat negara seperti menteri, birokrat, hingga wakil rakyat yang dinilai secara individu. Hal ini dilakukan oleh masyarakat sipil untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang rawan terjadi. Selain sebagai pengawas dan pembatas kekuasaan negara, masyarakt sipil juga memiliki fungsi sebagai pembangun demokrasi, maksudnya yaitu membantu kinerja partai politik untuk merangsang partisipasi publik dalam misi menggiring warga negara menuju demokratis yang kreatif dan paham hak serta kewajibannya. Fungsi selanjutnya yaitu memberikan pendidikan demokrasi terhadap warga negara, agar warga negara tidak hanya menjalankan fungsinya yang mengawasi, mengkritisi, hingga menolak negara tetapi juga masyarakat sipil dalam fungsi ini diharapkan mampu memberikan pendidikan politik kepada warga negara agar berani memperbaiki negara serta meningkatkan legitimasi demokrasi dallam efektivitasnya.
Dibeberapa negara, demokrasi masih belum dirasakan secara merata oleh seluruh warga negara karena masih banyak kepentingan-kepentingan warga negara yang belum terpenuhi secara menyeluruh, seperti yang kita kenal dengan istilah kaum marginal, dan termasuk pada Negara kita Indonesia ini, tak hanya kaum marginal saja akan teatapi ini menjadi suatu atau kaum pinggiran yang biasanya dihuni oleh kelompok ras tertentu, minoritas, dan tidak mampu, kepentingan-kepentingan kelompok minoritas seperti ini biasanya masih belum bisa terpenuhi dengan baik oleh negara. Dalam kasus demikian, masyarakat sipil berfungsi sebagai penyalur kepentingan-kepentingan mereka agar kepentingan tersebut segera terealisasikan baik itu dengan melakukannya secara mandiri ataupun bekerja sama dengan pihak pemerintah
Kelompok-kelompok minoritas ini rawan dengan tindakan diskriminasi dan juga tekanan-tekanan politik dari para penguasa lokal mereka seperti tuan tanah, bos, juragan, dll yang men-Tuhan-kan uang sehingga para kelompok minoritas tersebut seperti petani, ras tertentu, dll diberi imbalan khusus agar mereka patuh dan bisa dikontrol oleh para penguasa. Menjunjung tinggi nilai-nilai Hak asasi manusia, merupakan salah satu nilai yang dikantongi oleh masyarakat sipil untuk membebaskan keterikatan para kelompok minoritas tersebut dengan para penguasanya dengan cara beegerak menggunakan organisasi-organisasi kepentingan. Di negara maju, dengan masyarakat yang kaya dan pluralistik masyarakat sipil berfungsi untuk membawa kepentingan-kepentingan mereka yang tentunya dengan mendorong rasa toleransi dari segala perbedaan dan juga memiliki pandangan-pandangan yang modern. Selain berfungsi menghimpun kepentingan-kepentingan warga negara, masyarakat sipil juga berfungsi untuk merekrut serta melatih para pemimpin politik yang baru seiring dengan adanya pemerintahan internal yang mandiri. Dalam fungsi ini, masyarakat sipil diharapkan menjadi produsen yang mampu menerbitkan pemimpin-pemimpin yang mengerti, dan paham akan kepentingan warga negaranya.
Dalam jelasnya masyarakat sipil adalah menyenyebarluaskan informasi kepada warga negara perihal aktivitas pemerintah tidak hanya menyampaikan informasi menegnai program-program kerja pemerintah saja tetapi lebih dari itu seperti hasil investigasi yang mendalam dan menyeluruh dari apa yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini sangat dibutuhkan bagi warga negara sebagai salah satu indikator pengawasan kinerja dari pemerintah itu sendiri. Selanjutnya, fungsi yang dapat dijalankan oleh masyrakat sipil yaitu berupa mobilisasi informasi dan pemahaman baru yang berguna bagi pencapaian reformasi ekonomi dalam sebuah negara demokrasi. Mengapa demikian ? karena demi tercapainya kesuksesan reformasi ekonomi di negara demokrasi, sangat diperlukan dukungan-dukungan dari berbagai macam koalisi yang dapat digerakkan oleh masyarakat sipil.
Dalam menghadapi krisis ataupun konflik, masyarakat sipil dapat berfungsi sebagai mediator karena dari berbagai mascam jenis masyarakat sipil, ada yang mengembangkan atau memiliki tujuan untuk menguasai teknik mediasi dan resolusi konflik.
Dalam sebuah contoh gambaran saja, Seperti yang terajdi di Republik Afrika Tengah, dimana Ligue Centrafricaine des Droits de I’Homme (LCDH) memainkan peran sebagai penengah pada dua pemberontakan tentara yang terjadi pada tahun 1996. Apa yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam fungsi ini sebagai upaya untuk kembali menyuarakan Hak asasi manusia. Fungsi selanjutnya yaitu masyarakat sipil dapat memperkuat pondasi-pondasi sosial demokratisnya ketika memfokuskan diri pada tujuan pembangunan komunitas yang tidak berhubungan jelas dengan demokrasi politik, akan tetapi apa yang mereka lakukan ini demi kemasahatan warga negaranya. Sebuah contoh peranan :
Dia bernama Grameen Bank yang membantu kurang lebih dua juta raktyta miskin di Bangladesh dengan memberikan pinjaman usaha kecil yang nantinya digunakan untuk pertanian, perdagangan, peternakan, Usaha rumah tangga, dan sebagainya. Dengan adanya akses modal ini, masyarakat bisa lebih maju dan mandiri dalam artian tidak lagi tergantung dengan tuan tanah ataupun elit desa. Selain mendapatkan modal, warga juga diajakrkan untuk meningkatkan rasa solidaritas antar sesama dengan diberlakukannya sistem pinjaman modal per kelompok kecil, yang nantinya kelompok bertanggung jawab terhadap anggotanya yang tidak bisa melunaskan pinjaman tersebut. Tentunya apa yang dilakukan oleh masyrakat sipil dalam contoh diatas membantu dalam pembangunan yang sama sekali tidak berkaitan dengan proses politik seperti fungsi-fungsi sebelumnya.







II.2 Masyarakat Sipil dan Negara dalam kontek Demokratis UUD 1945
Berbicara tentang masyarakat sipil dan Negara pada kontek UUD 1945 maka tak akan pernah terlepas pada satu kata kunci yaitu pada adanya suatu kesinambungan atau hubungan dalam menjalankan tata pemerintahan yang mana telah kita ketahui bahwa UUD 45 lah yang menjadi dasar hokum untuk Negara, dan yang bertopang pada suatu ideology yakni Pancasila.
Sebut saja dalam konteknya ini sebagai partisipatoris, relektif dan dewasa yang mampu menjadi penyimbangdan kontrol atas kecenderungan eksesif negara. Dalam masyarakat sipil atau Madani , warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat. Jadi bila kita membicarakan hubungan yang konteknya mengarah pada sebuah demokrasi maka  dengan masyarakat sipil atau madani ini merupakan risalah yang memiliki hubungan korelatif  dan berkaitan sangat erat. Dalam hal ini saya dikatakan bahwa berbicara tentang interaksi antara masyarkat sipil. Asumsinya adalah, jika masyarakat sipil atau  madani ini pada negara relatif kuat dan masyarakat sipil lemah maka demokrasi tidak berjalan.
Dengan demikian, demokrasi ataupun demokratisasi dipahami sebagai proses pemberdayaan masyarakat sipil. Lebih lanjut lagi bahwa bisa juga dikatakan bahwa proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika pertama apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat sipil mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat. Dan jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi menjadi lebih kuat yang berati juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidak adilan. Sesuai dengan UUD 1945, kedaulatan negara berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan UUD 1945,artinya kekuasaan negara dalam menjalankan pemerintahan haruslah sesuai dengan kehendak rakyat dan dalam melaksanakan pemerintahan pun harus sesuai dengan konstitusi negara yang menjadikan Indonesia sebagai negara hukum.
Pelaksanaan pemerintahan sesuai dengan kehendak rakyat dan sesuai dengan hukum yang berlaku ini merupakan pelaksanaan demokrasi yang sesuai dengan terciptanya masyarakat madani yang telah menjadi sebuah keniscayaan untuk dapat terwujud di negara ini. Demokrasi yang sesuai dengan kehendak rakyat haruslah dibatasi oleh hukum, yang mana hal ini akan menimbulkan kesinambungan dalam terwujudnya negara yang berdasarkan hukum atau lebih dikenal dengan demokrasi  konstitusional.
Demokrasi konstitusional di Indonesia merupakan cita-cita dari pelaksanaan nilai-nilai yangterdapat di dalam Pancasila. Kesemua nilai tersebut bertujuan membentuknya masyarakat sejahtera, adil, dan makmur, yangmerupakan perwujudan dari masyarakat sipil dan tertera juga dalam pembukaan UUD 45.
Cita masyarakat sipil dan Negara dalam kontek demokratis nyata ada di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat sipil dan demokratis yang tertuang dalam Pembukaan bahkan dipertahankan untuk tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan reformasi konstitusi.  Amandemen konstitusi sejak 1999 bahkan menunjukkan komitmen kuat bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis. Jika Konstitusi adalah kesepakatan seluruh tumpah darah Indonesia, seharusnyalah konstitusi menjadi acuan, menjadi rujukan dalam setiap permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 08/PMK/2006 Tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Prosedur Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik. Diatur Lebih Lanjut Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang PedomanBeracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 24 C ayat (2). Hukum acara terkait kewenangan ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2009 mengenai Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Mengenai Pelanggaran Oleh Presiden Dan/Atau Wakil Presiden. Meski demikian patut diingat bahwa MK tidak berwenang memberhentikan seorang Presiden dan/atauWakil Presiden jika terbukti melanggar hukum dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pemberhentian adalah kewenangan MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) UUD11945 
Sebagai suatu keputusan politik tertinggi bangsa Indonesai, konstitusi harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan terutama sekali oleh para penyelenggara negara. Dengan demikian, penyelesaian masalah dengan cara-cara yang inkonstitusional tidak akan terjadi. Konstitusi, tak terkecuali yang dimiliki oleh bangsa Indonesia pada dasarnya membatasi kekuasaan negara, suatu aturan dasar yang menjamin penikmatan hak dan kebebasan asasi manusia. Hal ini karena hanya dalam negara yang menganut paham kedauatan rakyat berdasarkan konstitusi sajalah akan diharapkan terpenuhinya hak-hak warga negara dan hak asasi manusia. Terpenuhinya hak dan kebebasan dasar manusia ini pada gilirannya akan membawa kepada kesejahteraan dan keadilan,suatu cita dari masyarakt madani. Sebagai sebuah hukum dasar, konstitusi tentu terbuka untuk adanya perubahan sepanjang memang dikehendaki oleh rakyat. Adalah terpulang pada rakyat, sang pemilik kuasa, untuk menentukan berjalannya tata pemerintahan yang relative dan lebih efektif dalam tujuannya terutama pada kontek UUD 45 yang menjadi dasar hokum yang menopang pada ideology Negara yakni Pancasila.

II.3 Masyarakat Sipil dalam pengelolaan kelembagaan Negara
Sepanjang hakekatnya bahwa masyarakat sipil ini dalam pengelolaan Negara sangatlah begitu kental dalam kontek kelembagaan Negara. Seperti yang telah diuraikan dibagian atas bahwa masyarakat sipil ini sangatlah berperan besar dalam proses terbangunnya suatu demokrasi dalam suatu Negara, dalam pengelolaan kelembagaan ini masyarakat sipil lebih pada kajiannya dalam proses pembangunan Negara melalui penataan pemerintahan dalam mengembangkan kesejahteraan masyarakat, dikatakan demikian karena peran dalam kelembagaan ini bisa disebut sebagai pelaku politik yang melakukan pekerjaan dalam bidang kenegaraan seperti dalam kelembagaan Negara yang disebut eksekutif, legislative dan yudikatifdan kajian tersebut terfoku dalam suatu tindakan untuk penghubung kepentingan masyarakat dan ada dalam berbagai bentuk seperti komisi pemilihan umum, komisi hak asasi manusia, komisi yudicial, komisi pemberantasan korupsi dan lain sebagainya. Dalam lebih terang dan jelasnya disini saya akan memaparkan satu persatu :
ü  KPU
KPU ini singkatan dari Komisi Pemilihan Umum, KPU ini memiliki sebuah posisi penting untuk mewujudkan suatu demokrasi yangmana telah menjadi sebuah kebutuhan tentang pemilihan kelembagaan Negara yang demokratis dan tatanan pemeritah yang lebih efektif, dalam sejarahnya KPU yang sekarang ialah KPU ynag dibentuk keempat sejak era reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan keppres no 16 tahun 1999, yang beranggotakan 35 orang anggota, dari unsure pemerintah dan pertain politik. KPU pertama ini dilantik oleh presiden Bj. Habibie.
KPU kedua dibentuk pada tahun (2001-2007)dibentuk dengan keppres nomor 10 tahun 2001 yang beranggotakan 11 orang anggota, dari unsure akademis dan LSM. KPU kedua ini dilantik oleh presiden  Abdurrahman Wahid(gus dur) pada tanggal 11 april 2001.
KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan tujuh orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil.
Tepat tiga tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
  • Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
  • Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
  • Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
  • Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
  • Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
  • Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
  • Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:
1. Tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.
ü  Komnas HAM
Apa dan bagaimana sebenarnya Komnas HAM itu ada di Indonesia? Jika melihat dari sejarahnya, (dikutip dari wikipedia) Komnas HAM merupakan peninggalan Orde Baru yang dibentuk oleh mantan Presiden Soeharto. Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang paripurna dan Subkomisi. Di samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.
Dibentuknya komisi ini adalah untuk melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Ada dua tujuan dari Komnas HAM, yakni:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.Untuk menjalankan fungsi, tugas dan wewenang, Komnas HAM menggunakan acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.

Instrumen nasional:
- UUD 1945 beserta amendemennya;
- Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
- UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
- UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM;
- UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
- Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.
- Keppres No. 50 tahun 1993 Tentang Komnas HAM.
- Keppres No. 181 tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan


Sementara Instrumen Internasional:
- Piagam PBB, 1945;
- Deklarasi Universal HAM 1948;
- Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.
Jika merujuk pada legalitas Komnas HAM, maka seharusnya komisi ini bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di tanah air. Komisi ini pun selayaknya bekerja untuk kepentingan nasional, bukan kepentingan LSM. Sayangnya, semakin ke mari, Komnas HAM semakin semakin jauh dari aturan yang berlaku di tanah air dan semakin tidak jelas kepentingan nasionalnya.Hal itu ditunjukkan dengan semakin terbukanya pengaruh cara pandang aktivis LSM di tubuh Komnas HAM. Apalagi, Ketua Komnas HAM pada jaman Otto Nur Abdullah adalah mantan pegiat LSM bersponsor asing, Imparsial. Tidak ada prestasi yang terlalu dibanggakan dari Komnas HAM, kecuali hanya berteriak mengkritisi pemerintah dan militer. Topik yang dikritisi pun selalu sama, yaitu tendensius terhadap TNI. Seolah-olah TNI adalah institusi yang selalu salah dan tidak boleh melakukan apapun demi kepentingan nasional.Jika di awal pembentukannya Komnas HAM diisi oleh orang-orang capable di bidang hukum dan HAM, kini Komnas HAM diisi oleh aktivis LSM yang hanya memikirkan kepentingan kelompoknya. Apalagi isu tentang perpecahan di tubuh Komnas HAM pimpinan Otto Nur Abdullah, semakin menunjukkan bahwa mereka lebih memikirkan materi ketimbang kemaslahatan nasional. Sangat santer beredar di dunia maya bahwa komisioner Komnas HAM pimpinan Otto Nur Abdullah berebut pengaruh ingin memiliki rumah dan mobil mewah.Pemerintah pun selayaknya mewaspadai masuknya pengaruh LSM bersponsor dana asing ke tubuh Komnas HAM. Jangan sampai Komisi ini dijadikan tempat berkumpul bagi antek-antek asing yang tidak ingin Indonesia kuat di masa mendatang. Kita berdoa semoga Komnas HAM kembali ke khittah ketika pertama kali dibentuk, yakni menjadi sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya.
Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Komnas HAM bertujuan :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas Ham mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan

Sidang Paripurna :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningktkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembengnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan.

SUBKOMISI
Pada periode keanggotaan 2007-2012 Subkomisi Komnas HAM dibagi berdasarkan fungsi Komnas HAM sesuai dengan Undang-undang yakni : Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi.

Subkomisi Pengkajian dan Penelitian bertugas dan berwenang melakukan :

Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi
Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian
Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia
Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia
dan
Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan bertugas dan berwenang melakukan :
Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia
Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asai manusia melalui lembaga pendidikan formal dan informal serta berbagai kalangan lainnya; dan
Kerja sama organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi mannusia.
Subkomisi Pemantauan bertugas dan berwewenang melakukan :
Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut
. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa-peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan Peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu Pemanggilan terhadap pihak terkait umtuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan dan Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses pengadilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Subkomisi Mediasi bertugas dan berwewenang melakukan :

Perdamaian kedua belah pihakPenyelesian perkara melalui cara konsultasi, negiosasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahliPemberian saran kepada para
 rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya dan Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
ü  Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
 Latar Belakang Lahirnya MPR
     Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lahir seiring dengan berdirinya negara Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada tanggal 29 Agustus 1945 sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sesuai ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KNIP bertugas membantu Presiden dalam menjalankan kekuasaan negara, sebelum terbentuknya lembaga-lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar.
    Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer. Sejarah mencatat, bahwa KNIP adalah cikal bakal (embrio) dari badan perwakilan di Indonesia, yang oleh Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Kedudukan MPR
  Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dahulunya MPR merupakan lembaga tertinggi negara. Kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan presiden dan juga DPR. Akan tetapi saat reformasi bergulir MPR berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara yang kedudukannya sama dengan presiden dan juga DPR dn lembaga tinggi negara lainnya.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 2 )
Fungsi MPR
MPR memiliki fungsi antara lain :
a.     Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar.
b.    Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
c.  Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
( UUD 1945 pasal 3 ayat 1- 3 )

Tugas dan Wewenang MPR
Tugas dan wewenang MPR antara lain :
a.      Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.     Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum.
c.  Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum.
d.     Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabilaPresiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
e.   Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil.
f.      Memilih presiden dan wakil presiden jika keduanya berhalangan bersamaan.
( UUD 1945 pasal 7B dan UU No. 27 Tahun 2009 pasal 4 )

 Keanggotaan MPR
a.         Pemilihan
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
( UUD 1945 pasal 2 ayat 1 dan UU No. 27 Tahun 2009 Pasal 2 )
b.        Syarat Keanggotaan
Syarat menjadi anggota MPR antara lain :
1)        Warga negara Indonesia yang tealh berumur 21 tahu atau lebih.
2)        Bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
3)        Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia.
4)     Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah  Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
5)   Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
6)        Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
7)        Sehat jasmani dan rohani
8)        Bersedia bekerja penuh waktu.
9)     Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
10)    Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
( UU No. 10 tahun 2008 pasal 12 )
c.         Pemberhentian
Pemberhentian anggota MPR ini dilakukan apabila terajdi pergantian anggota DPR dan anggota DPD. Pemberhentian MPR ini diresmikan dengan keputusan presiden.
( UU No. 27 tahun 2009 Pasal 65 ).
d.        Masa Jabatan
Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun dan berakhir pada saat anggota MPR yang baru terpilih mengucapkan janji. Dan anggota MPR diresmikan oleh keputusan presiden.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 ).
e.         Hak dan kewajiban Anggota
1)        Hak anggota MPR antara lain :
a)     Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b)       menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c)         memilih dan dipilih
d)         membela diri.
e)         Imunitas.
f)          Protokoler.
g)         keuangan dan administratif.
                        ( UU No. 27 Tahun 2009 pasal 9 )
2)        Kewajiban anggota MPR antara lain :
a)             memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b)      melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan.
c)        mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
d)      mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
e)            melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
                        ( UU No. 27 tahun 2009 pasal 10 )

Pimpinan MPR
1).   Tugas dan kewenangan pimpinan Lembaga
a)             Memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan.
b)            Menyusun dan membagi kerja antara wakil dan pimpinan MPR.
c)             Menjadi juru bicara MPR
d)            Melaksanakn keputusan MPR
e)             Mengkoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan UUD 1945
f)             Mewakili MPR pada persidangan.
g)            Menetapkan arah dan kebijakan MPR.
h)            Menyampaikan laporan kinerja MPR pada sidang paripurna pada kahir jabatan.
                        ( UU No. 27 tahun 2009 pasal 15 )
2).   Pemilihan Pimpinan MPR
        Pimpinan MPR terdiri dari 1 orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 orang wakil ketua yang terdiri dari 2 orang wakil ketua yang berasal dari DPR dan 2 orang wakil ketua yang berasal DPD. Dan pimpinan MPR dipilih secara musyawarah mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
        Apabila musyawarah mufakat pada sidang paripurna DPR belum tercapai maka sidang pertama MPR dipimpin oleh seorang pimpinan MPR sementara. Ketua MPR sementara yang dimaksudkan adalah ketua DPR dan wakil sementaranya adalah ketua DPD. Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 14 )
3)        Pemberhentian
Ada beberapa sebab pimpinan MPR diberhentikan dari jabatannya anatar lain karena :
a)        Meninggal dunia
b)        Mengundurkan diri
c)        Diberhentikan.
Apabila seorang pimpinan diberhentikan ini dikarenakan oleh :
a)        Diberhentikan sebagai anggota DPR dan DPD.
b)        Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
        Apabila pimpinan MPR diberhentikan dari jabatannya maka pimpinan MPR akan diganti oleh anggota DPR atau DPD  paling lambat 30 hari sejak pimpinan ditetapkan berhenti. Dan pergantian tersebut diresmikan melalui keputusan MPR dalam sidang paripurna MPR.
( uu No. 27 tahun 2009 pasal 16 ayat 1-4 )
4)        Masa Jabatan Pimpinan MPR
Masa jabatan pimpinan MPR tidak jauh berbeda dengan masa jabatan anggota MPR yaitu selama lima tahun dan berakhir setelah pimpinan yang baru terpilih mengucapkanjanji atau sumpah.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 )

 Persidangan dan Keputusan MPR
         MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima tahun di ibu kota negara. Persidangan ini dilaksanakan untuk melaksanakan tugas dan wewenang anggota MPR. Dan pengaturan secara lanjut dijelaskan pada peraturan MPR tentang tata tertib.
Sidang MPR mengambil keputusan apabila :
a)         Diahdiri 2/3 dari anggota MPR dan disetujui 50%ditambah 1 dari anggota yang hadir dalam hal mengubah UUD 1945.
b)       Dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari anggota MPR dan disetujui 2/3 dari dari anggota yang hadir dalam hal pemutusan usul DPR tentang pemberhentian presiden dan Wapres.
c)         Dihadiri oleh 50% tambah 1 dari anggota MPR dan disetujui oleh 50% tambah 1 dari anggota yang hadir untuk persidengan selain a dan b.
            Dalam pengambilan keputusan tersebut lebih dulu dilakukan musyawarah mufakat dan apabila musyawarah mufakat tidak berhasil maka akan dilakukan voting . dan akan dilakukan voting ulang apabila voting 1 tidak berhasil.
 ( UU No. 27 tahun 2009 pasal 60 61 , 62 dan 63 )

Dasar Hukum MPR
            Lembaga MPR ini berdiri berdasakan UUD 1945 pasal 2 ayat 1,2,dan 3. Pasal 3 ayat 1,2 dan 3.pasal 7B ayat 1,5,6 dan 7. Dan juga UU No. 27 tahun 2009 khususnya bab II pasal 2 sampai pasal 66 dan UU No.10 tahun 2008.

II.5 Massyarakat Sipil Dalam Kemandirian Warga Negara
Di dalam kontek pendekatannya masyatarakat sipil dalam kmandiriannya bisa dilihat pada sebuah buktinyata yang sekarang sudah nyata ada disetiap pelosok desa yakni sebuah lembaga Swadaya Masyarakat yang sering dikenal sebagai suatu institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas utamanya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM dalam konteks masyarakat sipil bertugas mengadakan pemberdayaan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
Ada lagi suatu yang disebut Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari sosial kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu, pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara objektif dan transparan pada setiap warga Negara yang asumsinya berhak menerima suatu informassi yang objektif dan tepat tentang apa saja yang jadi sebuah patokan hidup dalam bernegara, terutama bagaimana masyarakat bisa memahami betul tentang arti demokrasi dan mengerti bagaimana masyarakat bisa berperan dengan baik dalam peranannya sebagai warga Negara yang didasari peranan demokrasi dan teralinealisasi pada suatu patokan hukum melalu UUD 45 dan mewujudkan sebuah kehidupan sejahtera menurut ideology Negara Indonesia yaitu pancasila. Dalam peranannya masyarakat sipil ini membuat warga Negara bisa lebih mandiri dan mengembangkat apa yang jadi sumber daya manusia ini bisa lebih efisien dan tergunakan dengan baik untuk peranan membantu demokrasinya Negara, banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam ppengelolaan kelembagaan Negara yang membuat terciptanya kemandirian masyarakat atau warga Negara dan ini semua bisa saja disebut suatu kebijakan pemerintah pusat dalam mengelola ataau mengembangkan suatu sumber daya manusia yang menciptakan kemandirian dalam mengelola hal terdekat yang semestinya bisa digunakan dan dimanfaaatkan dengan baik.
Adapula suatu hal yang dilakukan pemerintah pusat dengan jalur melalui masyarakat sipil yakni dengan adanya suatu dorongan atau masukan yang diberikan pemerintah pusat pada masyarakat sipil yang semestinya itu disebut kebijakan yang menciptakan kemandirian masyarakat yaitu suatu upaya sebagai berikut :
a.      Meningkatkan jiwa kemandirian melalui kegiatan perekonomian dengan adanya bapak angkat perusahaan
b.      Meningkatkan kesadaran hukum melalui berbagai media sosialisasi politik.
c.       Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
d.      Menciptakan perangkat hukum yang memadai dan berkeadilan social.
e.        Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan.
f.       Mengembangkan media komunikasi politik di berbagai lingkungan kerja.
g.      Menanamkan sikap positif pada proses demokratisasi di Indonesia pada setiap warga negara.
Adapun suatu prosesnya dalam Masyarakat sipil  ialah dengan adanya suatu konsep yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan memerlukan perjuangan yang terus-menerus. Apabila kita kaji masyarakat dinegara-negara maju yang sudah dikatakan sebagai masyarkat sipil seperti berikut :
·         Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, kelompok dalam masyarakat.
·         Berkembangnya modal manusia (human capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan telasi sosial antar kelompok
·         Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan.
·         Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat serta lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kewajiban publik dapat dikembangkan.
·         saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan.
·         sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
Selain proses adapun suatu kendalanya yaitu :
·         Masih rendahnya minat partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik Indonesia dan kurangnya rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah masalah yang dihadapi negara Indonesia.
·         Masih kurangnya sikap toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun beragama
·         Masih kurangnya kesadaran Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban
·         Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
·         Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
·         Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
·         Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
·         Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
·         Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Upaya mengatasi kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakan madani maka pemberdayaannya perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut: sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan; sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain); sebagai kontrol terhadap negara  menjadi kelompok  kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group) masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam dewasa ini memang banyak dipahami bahwa suatu hubungan masyarakat sipil dan Negara ini sangat lah perlu dalam berbagai perbaikan maupun pembangunan dalam sebuah ketatanegaraan disuatu Negara demokrasi dan termasuk juga Negara Indonesia, dan ini terbukti karena adanya 3 orang teoritis yang saling mengkritisi tentang suatu hubungan antara masyarakat sipil dan Negara yakni :
Dalam pemikiran Hegel, masyarakat sipil adalah masyarakat yang hidupnya tidak dicampuri urusannya oleh negara. Dimana Hegel masih mengartikan sebagai sebuah masyarakat biasa, atau sebuah komunitas yang terdiri dari individu-individu, yang kehidupannya tidak dicampuri oleh negara. Dalam kaitan ini Hegel memandang bahwa Negara sebagai pengatur dan pemersatu dari masyarakat sipil melalui hukum, lembaga-lembaga peradilan dan lembaga kepolisian.
Pemikiran Hegel ini diinterpretasikan oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh. Masyarakat sipil dipandang sebagai kelompok yang teralieanasi sehingga masyarakat membutuhkan negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana terjadi penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang sebagai alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu mendapatkan kebebasan dan bekerja semesti kodratnya sebagai manusia.
Dalam kondisi seperti ini bisa disimpulkan bahwa Negara ini akan mati dengan sendirinya. Karena Perwujudan itu dilakukan melalui sebuah revolusi yang akan menghapus kepemilikan alat produksi dari kaum borjuis.
Gramsci menentang teori Marx ini dan mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis harus bertolak dari kondisi yang ada. Perubahan harus dilakukan oleh kelompok buruh melalui sebuah satu kesatuan  dalam masyarakat sipil.karena Gramsci ini sudah mulai memikirkan dengan adanya atau terbentuknya suatu organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun organisasi-organisasi itu saling membangun kesatuannya sendiri, peran negara juga tidak ketinggalan dalam membangun sebuah kesatuan di antara kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun kesatuan dalam masyarakat sipil,karena Negara ini juga memiliki masyarakat politik sebagai alat koersif negara.
Dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat sipil harus menjadi wilayah kebebasan sehingga akan menjadi medan kehidupan yang manusiawi Dengan kebebasan itu, organisasi-organisasi kemasyarakatan akan tumbuh memperkuat satu kesatuan dalam membangun suatu Negara sehingga memungkinkan terciptanya kehidupan yang lebih baik dengan dilandasi pada rationalitas dan kebebasan manusia . Negara dalam hal ini harus terus menerus menyandarkan diri dalam rasionalitasnya agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan berupa penyalahgunaan lembaga-lembaga koersifnya maupun penyalahgunaan kemampuan kesatuannya melalui struktur hukum, ideologi atau pendidikan.





DARFTAR PUSTAKA
Menyangkut buku :
16Azra, Azyumardi,
Menuju Masyarakat Madani ,Bandung : PT. Remaja
ISBN: 978-979-011- 690-0
Purwanto, Bambang Tri & Sunardi. 2010.  Membangun Wawasan Kewarganegaraan 2. Solo : PT Tiga Serangkai. Winarto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, Paradigma Baru. Jakarta : PT Bumi Aksara
Menyangkut internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi http://www.scribd.com/doc/16075778/Demokrasi

RELASI ANTARA MASYARAKAT SIPIL, NEGARA DAN PASAR ( sistem politik ) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: IrfanHD

0 komentar:

Posting Komentar