RELASI ANTARA MASYARAKAT SIPIL, NEGARA DAN PASAR
Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas
Mata
Kuliah Sistem Politik & Pemerintahan Indonesia
Disusun oleh :
IRFAN HIDAYAT
13520103
IP2L
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN
MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan Timoho 317, Yogyakarta
55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbicara
tentang Massyarakat Sipil dan Negara maka tidak bisa lepas dari satu kata kunci
yakni governance yang dimana anatara masyarakat sipil dan negara inilah adanya
suatu hubungan atau relasi yang sangat erat karena satu sama lain ini saling
menyokong atau salaing berkaitan dalam satu tujuan yang sama yakni yang
terfokuskan pada suatu pembangunan dimana pembangunan tersebut bisa membawa
dampak baik dalam pengelolaan Negara.
Disini
ada 3 orang teoritis yang mengemukakan pendapatnya tentang sebuah relasi atau
hubungan antara Masyarakat sipil dan Negara, yakni Hegel, Marx, dan Gramcy.
Dengan pendapat yang dikekemukakan pertama oleh Hegel ialah dalam pemikirannya
Hegel, masyarakat sipil adalah masyarakat yang
hidupnya tidak dicampuri urusannya oleh negara. Dimana Hegel masih mengartikan
sebagai sebuah masyarakat biasa, atau sebuah komunitas yang terdiri dari
individu-individu, yang kehidupannya tidak dicampuri oleh negara. Dalam kaitan
ini Hegel memandang bahwa Negara sebagai pengatur dan pemersatu dari masyarakat
sipil melalui hukum, lembaga-lembaga peradilan dan lembaga kepolisian.
Pemikiran Hegel
ini diinterpretasikan oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh.
Masyarakat sipil dipandang sebagai kelompok yang teralieanasi sehingga
masyarakat membutuhkan negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana
terjadi penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang sebagai alat di
tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx
mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu
mendapatkan kebebasan dan bekerja semesti kodratnya sebagai manusia.
Dalam kondisi seperti ini bisa
disimpulkan bahwa Negara ini akan mati dengan sendirinya. Karena Perwujudan itu
dilakukan melalui sebuah revolusi yang akan menghapus kepemilikan alat produksi
dari kaum borjuis.
Gramsci
menentang teori Marx ini dan mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis
harus bertolak dari kondisi yang ada. Perubahan harus dilakukan oleh kelompok
buruh melalui sebuah satu kesatuan dalam
masyarakat sipil. karena
Gramsci ini sudah mulai memikirkan dengan adanya atau terbentuknya suatu
organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun
organisasi-organisasi itu saling membangun kesatuannya sendiri, peran negara
juga tidak ketinggalan dalam membangun sebuah kesatuan di antara
kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun
kesatuan dalam masyarakat sipil,karena Negara ini juga memiliki masyarakat
politik sebagai alat koersif negara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan yang telah saya kemukakan di atas, maka masalah tugas ini
dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan relasi atau hubungan
antara Masyarakat Sipil dan Negara ?
2. Bagaimana pengelolaan Masyarakat Sipil pada
Negara ?
3. Bagaimana penataan pemerintah bisa memberikan sebuah dampak
positif bagi kehidupan social dan bernegara ?
4. Bagaimana pengaruh Masyarakat Sipil pada Negara dalam peranan
politik pada system pemerintahan ?
5. Apa saja
bentuk dalam sebuah peranan politik terhadap hubungannya dengan organisasi atau
kelembagaan Negara pada pengelolaan Negara ?
6. Apa saja bentuk dalam peranan Masyarakat Sipil pada Negara dalam
perwujudan Demokrasi ?
1.3
Tujuan
Dalam penulisan tugas ini saya
mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
1.
Untuk menambah pengetahuan
saya dan pembaca mengenai hubungan atau relasi antara Masyarakat Sipil dan
Negara.
2.
Menjadikan sebuah dedikasi atau pembelajaran untuk
ranah pekerjaan mendatang.
3.
Lebih memahami tentang relasi atau hubungan antara
Masyarakat Sipil dan Negara.
4.
Lebih mengerti dimana peranan Massyarakat Sipil bisa
berkontribusi besar terhadap Negara.
1.4
Metode Pengumpulan Data
Dalam
pembuatan tugas ini saya menggunakan beberapa metode dalam melakukan
pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.
Dengan mencari informasi dari internet tentang hubungan atau relasi
Masyarakat Sipil dan Negara.
2.
Dengan mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang hubungan
atau Relasi Masyarakat Sipil dan Negara.
3.
Dengan bertanya kepada orang-orang yang ahli dan lebih mengetahui tentang hubungan atau relasi antara Masyarakat Sipil
dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Masyarakat Sipil dalam mengelola Negara
Pada saat
ini pada Negara Indonesia para masyarakat sipil ini tidak hanya
berhenti pada mencegah dan mengontrol praktik KKN dan nepotisme namun yang rawan dilakukan oleh para politisi maupun birokrat, masyarakat sipil juga
mengembangkan sayapnya hingga ke penilaian kinerja para pejabat negara seperti
menteri, birokrat, hingga wakil rakyat yang dinilai secara individu. Hal ini
dilakukan oleh masyarakat sipil untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan yang rawan terjadi. Selain sebagai pengawas dan pembatas kekuasaan
negara, masyarakt sipil juga memiliki fungsi sebagai pembangun demokrasi,
maksudnya yaitu membantu kinerja partai politik untuk merangsang partisipasi
publik dalam misi menggiring warga negara menuju demokratis yang kreatif dan
paham hak serta kewajibannya. Fungsi selanjutnya yaitu memberikan pendidikan
demokrasi terhadap warga negara, agar warga negara tidak hanya menjalankan
fungsinya yang mengawasi, mengkritisi, hingga menolak negara tetapi juga
masyarakat sipil dalam fungsi ini diharapkan mampu memberikan pendidikan politik
kepada warga negara agar berani memperbaiki negara serta meningkatkan
legitimasi demokrasi dallam
efektivitasnya.
Dibeberapa negara, demokrasi masih
belum dirasakan secara merata oleh seluruh warga negara karena masih banyak
kepentingan-kepentingan warga negara yang belum terpenuhi secara menyeluruh,
seperti yang kita kenal dengan istilah kaum marginal, dan termasuk pada Negara kita Indonesia ini,
tak hanya kaum marginal saja akan teatapi ini menjadi suatu atau kaum
pinggiran yang biasanya dihuni oleh kelompok ras tertentu, minoritas, dan tidak
mampu, kepentingan-kepentingan kelompok minoritas seperti ini biasanya masih
belum bisa terpenuhi dengan baik oleh negara. Dalam kasus demikian, masyarakat
sipil berfungsi sebagai penyalur kepentingan-kepentingan mereka agar
kepentingan tersebut segera terealisasikan baik itu dengan melakukannya secara
mandiri ataupun bekerja sama dengan pihak pemerintah
Kelompok-kelompok minoritas ini
rawan dengan tindakan diskriminasi dan juga tekanan-tekanan politik dari para
penguasa lokal mereka seperti tuan tanah, bos, juragan, dll yang men-Tuhan-kan
uang sehingga para kelompok minoritas tersebut seperti petani, ras tertentu,
dll diberi imbalan khusus agar mereka patuh dan bisa dikontrol oleh para
penguasa. Menjunjung tinggi nilai-nilai Hak asasi manusia, merupakan salah satu
nilai yang dikantongi oleh masyarakat sipil untuk membebaskan keterikatan para
kelompok minoritas tersebut dengan para penguasanya dengan cara beegerak
menggunakan organisasi-organisasi kepentingan. Di negara maju, dengan
masyarakat yang kaya dan pluralistik masyarakat sipil berfungsi untuk membawa
kepentingan-kepentingan mereka yang tentunya dengan mendorong rasa toleransi
dari segala perbedaan dan juga memiliki pandangan-pandangan yang modern. Selain
berfungsi menghimpun kepentingan-kepentingan warga negara, masyarakat sipil
juga berfungsi untuk merekrut serta melatih para pemimpin politik yang baru
seiring dengan adanya pemerintahan internal yang mandiri. Dalam fungsi ini,
masyarakat sipil diharapkan menjadi produsen yang mampu menerbitkan
pemimpin-pemimpin yang
mengerti, dan paham akan kepentingan warga negaranya.
Dalam
jelasnya masyarakat sipil adalah menyenyebarluaskan informasi
kepada warga negara perihal aktivitas pemerintah tidak hanya menyampaikan informasi
menegnai program-program kerja pemerintah saja tetapi lebih dari itu seperti
hasil investigasi yang mendalam dan menyeluruh dari apa yang telah dilaksanakan
oleh pemerintah. Hal ini sangat dibutuhkan bagi warga negara sebagai salah satu
indikator pengawasan kinerja dari pemerintah itu sendiri. Selanjutnya, fungsi
yang dapat dijalankan oleh masyrakat sipil yaitu berupa mobilisasi informasi
dan pemahaman baru yang berguna bagi pencapaian reformasi ekonomi dalam sebuah
negara demokrasi. Mengapa demikian ? karena demi tercapainya kesuksesan reformasi ekonomi di negara demokrasi, sangat diperlukan
dukungan-dukungan dari berbagai macam koalisi yang dapat digerakkan oleh
masyarakat sipil.
Dalam menghadapi krisis ataupun
konflik, masyarakat sipil dapat berfungsi sebagai mediator karena dari berbagai
mascam jenis masyarakat sipil, ada yang mengembangkan atau memiliki tujuan
untuk menguasai teknik mediasi dan resolusi konflik.
Dalam sebuah
contoh gambaran saja, Seperti yang terajdi di Republik Afrika Tengah, dimana Ligue Centrafricaine des Droits de I’Homme (LCDH)
memainkan peran
sebagai penengah pada dua pemberontakan tentara yang terjadi pada tahun 1996. Apa yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam fungsi ini sebagai upaya
untuk kembali menyuarakan Hak asasi manusia. Fungsi selanjutnya yaitu
masyarakat sipil dapat memperkuat pondasi-pondasi sosial demokratisnya ketika
memfokuskan diri pada tujuan pembangunan komunitas yang tidak berhubungan jelas
dengan demokrasi politik, akan tetapi apa yang mereka lakukan ini demi
kemasahatan warga negaranya. Sebuah contoh peranan :
Dia bernama Grameen
Bank yang membantu kurang lebih dua juta raktyta miskin di Bangladesh
dengan memberikan pinjaman usaha kecil yang nantinya digunakan untuk pertanian,
perdagangan, peternakan, Usaha rumah tangga, dan sebagainya. Dengan adanya akses modal ini, masyarakat bisa lebih maju dan mandiri dalam
artian tidak lagi tergantung dengan tuan tanah ataupun elit desa. Selain
mendapatkan modal, warga juga diajakrkan untuk meningkatkan rasa solidaritas
antar sesama dengan diberlakukannya sistem pinjaman modal per kelompok kecil,
yang nantinya kelompok bertanggung jawab terhadap anggotanya yang tidak bisa
melunaskan pinjaman tersebut. Tentunya apa yang dilakukan oleh masyrakat sipil
dalam contoh diatas membantu dalam pembangunan yang sama sekali tidak berkaitan
dengan proses politik seperti fungsi-fungsi sebelumnya.
II.2 Masyarakat Sipil
dan Negara dalam kontek Demokratis UUD 1945
Berbicara
tentang masyarakat sipil dan Negara pada kontek UUD 1945 maka tak akan pernah
terlepas pada satu kata kunci yaitu pada adanya suatu kesinambungan atau
hubungan dalam menjalankan tata pemerintahan yang mana telah kita ketahui bahwa
UUD 45 lah yang menjadi dasar hokum untuk Negara, dan yang bertopang pada suatu
ideology yakni Pancasila.
Sebut saja
dalam konteknya ini sebagai partisipatoris, relektif dan dewasa yang mampu menjadi penyimbangdan kontrol atas
kecenderungan eksesif negara. Dalam
masyarakat sipil atau Madani , warga
negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat. Jadi bila kita membicarakan hubungan yang
konteknya mengarah pada sebuah demokrasi maka dengan masyarakat sipil atau madani ini merupakan risalah yang memiliki
hubungan korelatif dan berkaitan sangat erat. Dalam hal ini saya dikatakan bahwa berbicara tentang interaksi
antara masyarkat sipil. Asumsinya
adalah, jika masyarakat sipil atau madani ini pada negara relatif kuat dan masyarakat sipil lemah maka demokrasi
tidak berjalan.
Dengan demikian, demokrasi ataupun demokratisasi dipahami sebagai
proses pemberdayaan masyarakat sipil. Lebih lanjut lagi bahwa bisa juga dikatakan bahwa proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika pertama apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat sipil mendapat
peluang untuk lebih
banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat. Dan jika posisi
kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang
dominan menjadi menjadi lebih kuat yang berati juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidak adilan. Sesuai dengan UUD 1945, kedaulatan negara berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan UUD 1945,artinya kekuasaan
negara dalam menjalankan pemerintahan haruslah sesuai dengan kehendak rakyat dan dalam melaksanakan pemerintahan pun harus sesuai dengan konstitusi negara yang menjadikan Indonesia sebagai negara hukum.
Pelaksanaan pemerintahan sesuai dengan kehendak rakyat dan sesuai dengan hukum yang berlaku ini merupakan pelaksanaan demokrasi yang sesuai dengan terciptanya masyarakat madani yang telah menjadi sebuah keniscayaan untuk dapat terwujud di negara ini. Demokrasi yang sesuai dengan kehendak rakyat haruslah dibatasi oleh hukum, yang mana
hal ini akan menimbulkan kesinambungan dalam
terwujudnya negara yang berdasarkan hukum atau lebih dikenal dengan demokrasi konstitusional.
Demokrasi konstitusional di Indonesia merupakan cita-cita dari pelaksanaan nilai-nilai yangterdapat di
dalam Pancasila. Kesemua nilai tersebut bertujuan membentuknya masyarakat sejahtera, adil, dan makmur, yangmerupakan perwujudan
dari masyarakat sipil dan tertera juga dalam
pembukaan UUD 45.
Cita masyarakat
sipil dan Negara dalam kontek demokratis
nyata ada di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat sipil dan
demokratis yang tertuang dalam Pembukaan
bahkan dipertahankan untuk tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan
reformasi konstitusi. Amandemen konstitusi sejak 1999
bahkan menunjukkan komitmen kuat bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis. Jika Konstitusi adalah kesepakatan seluruh tumpah darah Indonesia,
seharusnyalah konstitusi menjadi
acuan, menjadi rujukan dalam setiap permasalahan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Mahkamah Konstitusi No. 08/PMK/2006 Tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Prosedur Beracara Dalam
Pembubaran Partai Politik. Diatur Lebih
Lanjut Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang
PedomanBeracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Pasal 24 C ayat (2). Hukum acara
terkait kewenangan ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2009 mengenai Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat Mengenai
Pelanggaran Oleh Presiden Dan/Atau Wakil Presiden. Meski demikian patut diingat bahwa MK tidak berwenang memberhentikan
seorang Presiden dan/atauWakil Presiden jika terbukti melanggar hukum dan atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pemberhentian adalah kewenangan MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3)
UUD11945
Sebagai suatu keputusan politik
tertinggi bangsa Indonesai, konstitusi harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan terutama sekali oleh para penyelenggara negara. Dengan
demikian, penyelesaian masalah
dengan cara-cara yang inkonstitusional tidak akan terjadi. Konstitusi, tak terkecuali yang dimiliki oleh bangsa Indonesia pada
dasarnya membatasi kekuasaan negara,
suatu aturan dasar yang menjamin penikmatan hak dan kebebasan asasi manusia.
Hal ini karena hanya
dalam negara yang menganut paham kedauatan rakyat berdasarkan konstitusi
sajalah akan
diharapkan terpenuhinya hak-hak warga negara dan hak asasi manusia.
Terpenuhinya hak dan kebebasan
dasar manusia ini pada gilirannya akan membawa kepada kesejahteraan dan
keadilan,suatu cita dari masyarakt madani. Sebagai sebuah hukum dasar, konstitusi tentu terbuka untuk adanya perubahan
sepanjang memang dikehendaki
oleh rakyat. Adalah terpulang pada rakyat, sang pemilik kuasa, untuk menentukan berjalannya tata pemerintahan yang relative dan lebih efektif dalam
tujuannya terutama pada kontek UUD 45 yang menjadi dasar hokum yang menopang
pada ideology Negara yakni Pancasila.
II.3 Masyarakat Sipil dalam pengelolaan
kelembagaan Negara
Sepanjang
hakekatnya bahwa masyarakat sipil ini dalam pengelolaan Negara sangatlah begitu
kental dalam kontek kelembagaan Negara. Seperti yang telah diuraikan dibagian
atas bahwa masyarakat sipil ini sangatlah berperan besar dalam proses
terbangunnya suatu demokrasi dalam suatu Negara, dalam pengelolaan kelembagaan
ini masyarakat sipil lebih pada kajiannya dalam proses pembangunan Negara
melalui penataan pemerintahan dalam mengembangkan kesejahteraan masyarakat,
dikatakan demikian karena peran dalam kelembagaan ini bisa disebut sebagai
pelaku politik yang melakukan pekerjaan dalam bidang kenegaraan seperti dalam
kelembagaan Negara yang disebut eksekutif, legislative dan yudikatifdan kajian
tersebut terfoku dalam suatu tindakan untuk penghubung kepentingan masyarakat
dan ada dalam berbagai bentuk seperti komisi pemilihan umum, komisi hak asasi
manusia, komisi yudicial, komisi pemberantasan korupsi dan lain sebagainya.
Dalam lebih terang dan jelasnya disini saya akan memaparkan satu persatu :
ü KPU
KPU ini singkatan dari Komisi Pemilihan Umum, KPU ini memiliki sebuah
posisi penting untuk mewujudkan suatu demokrasi yangmana telah menjadi sebuah
kebutuhan tentang pemilihan kelembagaan Negara yang demokratis dan tatanan
pemeritah yang lebih efektif, dalam sejarahnya KPU yang sekarang ialah KPU ynag
dibentuk keempat sejak era reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk
dengan keppres no 16 tahun 1999, yang beranggotakan 35 orang anggota, dari
unsure pemerintah dan pertain politik. KPU pertama ini dilantik oleh presiden
Bj. Habibie.
KPU kedua dibentuk pada tahun (2001-2007)dibentuk dengan keppres nomor
10 tahun 2001 yang beranggotakan 11 orang anggota, dari unsure akademis dan
LSM. KPU kedua ini dilantik oleh presiden
Abdurrahman Wahid(gus dur) pada tanggal 11 april 2001.
KPU ketiga (2007-2012) dibentuk
berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan tujuh orang anggota yang
berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik
tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena
masalah hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan
Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara
efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil.
Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi
terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi
rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat
penting, selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di
mata masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil.
Tepat tiga tahun setelah berakhirnya
penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR
untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas
penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan
non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI
menyusun dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu
terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD
dan DPRD,
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum
yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja
dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai
lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh
masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan
Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam
undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi
pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara
lebih komprehensif.
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk
melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai
berikut :
- Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
- Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
- Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
- Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
- Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
- Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
- Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan
huruf:
1. Tugas dan
kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum.
Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga
ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal
10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU
mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.
ü Komnas HAM
Apa dan bagaimana
sebenarnya Komnas HAM itu ada di Indonesia? Jika melihat dari sejarahnya,
(dikutip dari wikipedia) Komnas HAM merupakan peninggalan Orde Baru yang
dibentuk oleh mantan Presiden Soeharto. Komisi ini berdiri sejak tahun 1993
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia. Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang
paripurna dan Subkomisi. Di samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat
Jenderal sebagai unsur pelayanan.
Dibentuknya komisi ini adalah untuk
melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Ada
dua tujuan dari Komnas HAM, yakni:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia.2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.Untuk menjalankan fungsi, tugas dan wewenang, Komnas HAM menggunakan acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.
Instrumen nasional:
- UUD 1945 beserta amendemennya;
- Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
- UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
- UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM;
- UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
- Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.
- Keppres No. 50 tahun 1993 Tentang Komnas HAM.
- Keppres No. 181 tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan
Sementara Instrumen Internasional:
- Piagam PBB, 1945;
- Deklarasi Universal HAM 1948;
- Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.
- Piagam PBB, 1945;
- Deklarasi Universal HAM 1948;
- Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.
Jika merujuk pada legalitas Komnas
HAM, maka seharusnya komisi ini bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan
yang berlaku di tanah air. Komisi ini pun selayaknya bekerja untuk kepentingan
nasional, bukan kepentingan LSM. Sayangnya, semakin ke mari, Komnas HAM semakin
semakin jauh dari aturan yang berlaku di tanah air dan semakin tidak jelas
kepentingan nasionalnya.Hal itu ditunjukkan dengan semakin terbukanya pengaruh
cara pandang aktivis LSM di tubuh Komnas HAM. Apalagi, Ketua Komnas HAM pada jaman Otto Nur
Abdullah adalah mantan pegiat LSM bersponsor asing, Imparsial. Tidak ada
prestasi yang terlalu dibanggakan dari Komnas HAM, kecuali hanya berteriak
mengkritisi pemerintah dan militer. Topik yang dikritisi pun selalu sama, yaitu
tendensius terhadap TNI. Seolah-olah TNI adalah institusi yang selalu salah dan
tidak boleh melakukan apapun demi kepentingan nasional.Jika di awal
pembentukannya Komnas HAM diisi oleh orang-orang capable di bidang hukum dan HAM, kini Komnas HAM diisi
oleh aktivis LSM yang hanya memikirkan kepentingan kelompoknya. Apalagi isu
tentang perpecahan di tubuh Komnas HAM pimpinan Otto Nur Abdullah, semakin
menunjukkan bahwa mereka lebih memikirkan materi ketimbang kemaslahatan nasional.
Sangat santer beredar di dunia maya bahwa komisioner Komnas HAM pimpinan Otto
Nur Abdullah berebut pengaruh ingin memiliki rumah dan mobil mewah.Pemerintah
pun selayaknya mewaspadai masuknya pengaruh LSM bersponsor dana asing ke tubuh
Komnas HAM. Jangan sampai Komisi ini dijadikan tempat berkumpul bagi
antek-antek asing yang tidak ingin Indonesia kuat di masa mendatang. Kita
berdoa semoga Komnas HAM kembali ke khittah ketika pertama kali dibentuk, yakni
menjadi sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya.
Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Komnas HAM bertujuan :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas Ham mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan
Sidang Paripurna :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningktkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembengnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan.
SUBKOMISI
Pada periode keanggotaan 2007-2012 Subkomisi Komnas HAM dibagi berdasarkan fungsi Komnas HAM sesuai dengan Undang-undang yakni : Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi.
Subkomisi Pengkajian dan Penelitian bertugas dan berwenang melakukan :
Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia
Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia dan
Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan bertugas dan berwenang melakukan :
Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia
Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asai manusia melalui lembaga pendidikan formal dan informal serta berbagai kalangan lainnya; dan
Kerja sama organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi mannusia.
Subkomisi Pemantauan bertugas dan berwewenang melakukan :
Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa-peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan Peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu Pemanggilan terhadap pihak terkait umtuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan dan Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses pengadilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Subkomisi Mediasi bertugas dan berwewenang melakukan :
Perdamaian kedua belah pihakPenyelesian perkara melalui cara konsultasi, negiosasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahliPemberian saran kepada para rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya dan Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
ü Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR
)
Latar Belakang
Lahirnya MPR
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) lahir seiring dengan berdirinya negara Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa pada tanggal 29 Agustus 1945 sesaat setelah proklamasi kemerdekaan,
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sesuai ketentuan Pasal IV
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KNIP bertugas membantu Presiden
dalam menjalankan kekuasaan negara, sebelum terbentuknya lembaga-lembaga
negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer. Sejarah mencatat, bahwa KNIP adalah cikal bakal (embrio) dari badan perwakilan di Indonesia, yang oleh Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer. Sejarah mencatat, bahwa KNIP adalah cikal bakal (embrio) dari badan perwakilan di Indonesia, yang oleh Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedudukan MPR
Majelis Permusyawaratan
Rakyat ( MPR ) merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara. Dahulunya MPR merupakan lembaga tertinggi negara.
Kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan presiden dan juga DPR. Akan tetapi
saat reformasi bergulir MPR berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara
yang kedudukannya sama dengan presiden dan juga DPR dn lembaga tinggi negara
lainnya.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 2 )
Fungsi MPR
MPR memiliki fungsi antara lain :
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar.
b. Majelis Permus yawaratan Rakyat
melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permus yawaratan Rakyat
hanya dap at memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
( UUD 1945 pasal 3 ayat 1- 3 )
Tugas dan Wewenang MPR
Tugas dan wewenang MPR antara
lain :
a. Mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden hasil pemilihan umum.
c. Memutuskan usul DPR untuk
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum.
d. Melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden apabilaPresiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
e. Memilih Wakil Presiden dari 2
(dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil.
f. Memilih
presiden dan wakil presiden jika keduanya berhalangan bersamaan.
( UUD 1945 pasal 7B dan UU No. 27 Tahun 2009 pasal 4 )
Keanggotaan MPR
a. Pemilihan
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
( UUD 1945 pasal 2 ayat 1 dan UU No. 27 Tahun 2009
Pasal 2 )
b. Syarat Keanggotaan
Syarat menjadi anggota MPR antara lain :
1) Warga negara Indonesia yang tealh berumur 21 tahu atau lebih.
2) Bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
3) Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia.
4) Berpendidikan paling rendah tamat
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
5) Setia kepada Pancasila sebagai
dasar negara, Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
6)
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
7)
Sehat jasmani dan rohani
8)
Bersedia bekerja penuh waktu.
9)
Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan
usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat
pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
10)
Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya,
pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta
badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
( UU No. 10 tahun 2008 pasal 12 )
c.
Pemberhentian
Pemberhentian anggota MPR ini dilakukan apabila terajdi pergantian
anggota DPR dan anggota DPD. Pemberhentian MPR ini diresmikan dengan keputusan
presiden.
( UU No. 27
tahun 2009 Pasal 65 ).
d.
Masa Jabatan
Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun dan
berakhir pada saat anggota MPR yang baru terpilih mengucapkan janji. Dan
anggota MPR diresmikan oleh keputusan presiden.
( UU No. 27
tahun 2009 pasal 6 ).
e.
Hak dan kewajiban Anggota
1)
Hak anggota MPR antara lain :
a) Mengajukan usul pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c) memilih dan
dipilih
d) membela diri.
e) Imunitas.
f) Protokoler.
g) keuangan dan
administratif.
( UU No. 27 Tahun 2009 pasal 9 )
2) Kewajiban anggota MPR antara lain :
a)
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b) melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundangundangan.
c) mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
d) mendahulukan kepentingan negara
di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
e) melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 10 )
Pimpinan MPR
1). Tugas dan kewenangan pimpinan Lembaga
a)
Memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil
keputusan.
b)
Menyusun dan membagi kerja antara wakil dan pimpinan MPR.
c)
Menjadi juru bicara MPR
d)
Melaksanakn keputusan MPR
e)
Mengkoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan UUD 1945
f)
Mewakili MPR pada persidangan.
g)
Menetapkan arah dan kebijakan MPR.
h)
Menyampaikan laporan kinerja MPR pada sidang paripurna pada kahir
jabatan.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 15 )
2). Pemilihan Pimpinan MPR
Pimpinan MPR terdiri dari 1
orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 orang wakil ketua yang terdiri dari 2
orang wakil ketua yang berasal dari DPR dan 2 orang wakil ketua yang berasal
DPD. Dan pimpinan MPR dipilih secara musyawarah mufakat dan ditetapkan dalam
rapat paripurna DPR.
Apabila musyawarah mufakat
pada sidang paripurna DPR belum tercapai maka sidang pertama MPR dipimpin oleh
seorang pimpinan MPR sementara. Ketua MPR sementara yang dimaksudkan adalah
ketua DPR dan wakil sementaranya adalah ketua DPD. Pimpinan MPR ditetapkan
dengan keputusan MPR.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 14 )
3)
Pemberhentian
Ada beberapa sebab pimpinan MPR diberhentikan dari jabatannya anatar
lain karena :
a)
Meninggal dunia
b)
Mengundurkan diri
c)
Diberhentikan.
Apabila seorang pimpinan diberhentikan ini dikarenakan oleh :
a)
Diberhentikan sebagai anggota DPR dan DPD.
b)
Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap sebagai pimpinan MPR.
Apabila pimpinan MPR
diberhentikan dari jabatannya maka pimpinan MPR akan diganti oleh anggota DPR
atau DPD paling lambat 30 hari sejak pimpinan ditetapkan berhenti. Dan
pergantian tersebut diresmikan melalui keputusan MPR dalam sidang paripurna
MPR.
( uu No. 27 tahun 2009 pasal 16 ayat 1-4 )
4)
Masa Jabatan Pimpinan MPR
Masa jabatan pimpinan MPR tidak jauh berbeda
dengan masa jabatan anggota MPR yaitu selama lima tahun dan berakhir setelah
pimpinan yang baru terpilih mengucapkanjanji atau sumpah.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 )
Persidangan dan
Keputusan MPR
MPR bersidang sedikitnya satu kali
dalam lima tahun di ibu kota negara. Persidangan ini dilaksanakan untuk
melaksanakan tugas dan wewenang anggota MPR. Dan pengaturan secara lanjut
dijelaskan pada peraturan MPR tentang tata tertib.
Sidang MPR mengambil keputusan apabila :
a)
Diahdiri 2/3 dari anggota MPR dan disetujui 50%ditambah 1 dari anggota
yang hadir dalam hal mengubah UUD 1945.
b) Dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari anggota MPR dan disetujui 2/3 dari
dari anggota yang hadir dalam hal pemutusan usul DPR tentang pemberhentian
presiden dan Wapres.
c)
Dihadiri oleh 50% tambah 1 dari anggota MPR dan disetujui oleh 50%
tambah 1 dari anggota yang hadir untuk persidengan selain a dan b.
Dalam
pengambilan keputusan tersebut lebih dulu dilakukan musyawarah mufakat dan
apabila musyawarah mufakat tidak berhasil maka akan dilakukan voting . dan akan
dilakukan voting ulang apabila voting 1 tidak berhasil.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 60 61 , 62 dan 63 )
Dasar Hukum MPR
Lembaga MPR ini berdiri berdasakan UUD 1945 pasal 2 ayat 1,2,dan 3. Pasal 3
ayat 1,2 dan 3.pasal 7B ayat 1,5,6 dan 7. Dan juga UU No. 27 tahun 2009
khususnya bab II pasal 2 sampai pasal 66 dan UU No.10 tahun 2008.
II.5 Massyarakat Sipil Dalam Kemandirian
Warga Negara
Di dalam kontek pendekatannya masyatarakat sipil dalam kmandiriannya
bisa dilihat pada sebuah buktinyata yang sekarang sudah nyata ada disetiap
pelosok desa yakni sebuah lembaga Swadaya Masyarakat yang sering dikenal sebagai suatu institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas
utamanya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat
yang tertindas. LSM dalam konteks masyarakat
sipil bertugas mengadakan pemberdayaan kepada masyarakat
mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
Ada lagi suatu yang disebut Pers adalah institusi
yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari sosial kontrol yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu, pers juga diharapkan dapat
menyajikan berita secara objektif dan transparan pada setiap warga Negara yang asumsinya berhak menerima suatu
informassi yang objektif dan tepat tentang apa saja yang jadi sebuah patokan
hidup dalam bernegara, terutama bagaimana masyarakat bisa memahami betul
tentang arti demokrasi dan mengerti bagaimana masyarakat bisa berperan dengan
baik dalam peranannya sebagai warga Negara yang didasari peranan demokrasi dan
teralinealisasi pada suatu patokan hukum melalu UUD 45 dan mewujudkan sebuah
kehidupan sejahtera menurut ideology Negara Indonesia yaitu pancasila. Dalam
peranannya masyarakat sipil ini membuat warga Negara bisa lebih mandiri dan
mengembangkat apa yang jadi sumber daya manusia ini bisa lebih efisien dan
tergunakan dengan baik untuk peranan membantu demokrasinya Negara, banyak hal
yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam ppengelolaan kelembagaan Negara yang
membuat terciptanya kemandirian masyarakat atau warga Negara dan ini semua bisa
saja disebut suatu kebijakan pemerintah pusat dalam mengelola ataau
mengembangkan suatu sumber daya manusia yang menciptakan kemandirian dalam
mengelola hal terdekat yang semestinya bisa digunakan dan dimanfaaatkan dengan
baik.
Adapula suatu hal yang dilakukan pemerintah pusat dengan jalur melalui
masyarakat sipil yakni dengan adanya suatu dorongan atau masukan yang diberikan
pemerintah pusat pada masyarakat sipil yang semestinya itu disebut kebijakan
yang menciptakan kemandirian masyarakat yaitu suatu upaya sebagai berikut :
a.
Meningkatkan jiwa kemandirian melalui kegiatan
perekonomian dengan adanya bapak angkat perusahaan
b.
Meningkatkan kesadaran hukum melalui berbagai media
sosialisasi politik.
c.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan.
d.
Menciptakan perangkat hukum yang memadai dan
berkeadilan social.
e.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan.
f.
Mengembangkan media komunikasi politik di berbagai
lingkungan kerja.
g.
Menanamkan sikap positif pada proses demokratisasi di
Indonesia pada setiap warga negara.
Adapun suatu
prosesnya dalam Masyarakat sipil ialah dengan
adanya suatu konsep yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang
dan memerlukan perjuangan yang terus-menerus. Apabila kita kaji masyarakat dinegara-negara
maju yang sudah dikatakan sebagai masyarkat sipil seperti
berikut :
·
Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga,
kelompok dalam masyarakat.
·
Berkembangnya modal manusia (human capital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan
terjalinnya kepercayaan dan telasi sosial antar kelompok
·
Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang
pembangunan.
·
Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat
serta lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana
isu-isu kepentingan bersama dan kewajiban publik dapat dikembangkan.
·
saling menghargai perbedaan antarbudaya dan
kepercayaan.
·
sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga
ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
Selain
proses adapun suatu kendalanya yaitu :
·
Masih rendahnya minat partisipasi warga masyarakat
terhadap kehidupan politik Indonesia dan kurangnya rasa nasionalisme yang
kurang peduli dengan masalah masalah yang dihadapi negara Indonesia.
·
Masih kurangnya sikap toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat
maupun beragama
·
Masih kurangnya kesadaran Individu dalam keseimbangan
dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban
·
Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang
belum merata
·
Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
·
Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca
krisis moneter
·
Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena
lapangan kerja yang terbatas
·
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah
yang besar
·
Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca
reformasi
Upaya mengatasi kendala yang
dihadapi Bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakan madani maka
pemberdayaannya perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai
berikut: sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan
dan pendidikan; sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya
membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran,
kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain); sebagai
kontrol terhadap negara menjadi kelompok kepentingan
(interest group) atau kelompok penekan (pressure group) masyarakat madani pada
dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan
masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi
warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan
hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi,
kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi
lainnya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAN SARAN
Dalam dewasa ini memang banyak dipahami
bahwa suatu hubungan masyarakat sipil dan Negara ini sangat lah perlu dalam
berbagai perbaikan maupun pembangunan dalam sebuah ketatanegaraan disuatu
Negara demokrasi dan termasuk juga Negara Indonesia, dan ini terbukti karena adanya
3 orang teoritis yang saling mengkritisi tentang suatu hubungan antara
masyarakat sipil dan Negara yakni :
Dalam pemikiran Hegel,
masyarakat sipil adalah masyarakat yang hidupnya tidak dicampuri urusannya oleh
negara. Dimana Hegel masih mengartikan sebagai sebuah masyarakat biasa, atau
sebuah komunitas yang terdiri dari individu-individu, yang kehidupannya tidak
dicampuri oleh negara. Dalam kaitan ini Hegel memandang bahwa Negara sebagai
pengatur dan pemersatu dari masyarakat sipil melalui hukum, lembaga-lembaga
peradilan dan lembaga kepolisian.
Pemikiran Hegel ini
diinterpretasikan oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh. Masyarakat
sipil dipandang sebagai kelompok yang teralieanasi sehingga masyarakat
membutuhkan negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana terjadi
penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang sebagai alat di tangan
kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx mencita-citakan
sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu mendapatkan kebebasan
dan bekerja semesti kodratnya sebagai manusia.
Dalam kondisi seperti
ini bisa disimpulkan bahwa Negara ini akan mati dengan sendirinya. Karena
Perwujudan itu dilakukan melalui sebuah revolusi yang akan menghapus
kepemilikan alat produksi dari kaum borjuis.
Gramsci menentang teori
Marx ini dan mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis harus bertolak dari
kondisi yang ada. Perubahan harus dilakukan oleh kelompok buruh melalui sebuah
satu kesatuan dalam masyarakat
sipil.karena Gramsci ini sudah mulai memikirkan dengan adanya atau terbentuknya
suatu organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun
organisasi-organisasi itu saling membangun kesatuannya sendiri, peran negara
juga tidak ketinggalan dalam membangun sebuah kesatuan di antara
kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun
kesatuan dalam masyarakat sipil,karena Negara ini juga memiliki masyarakat
politik sebagai alat koersif negara.
Dari pemikiran tersebut
dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat sipil harus menjadi wilayah
kebebasan sehingga akan menjadi medan kehidupan yang manusiawi Dengan kebebasan
itu, organisasi-organisasi kemasyarakatan akan tumbuh memperkuat satu kesatuan
dalam membangun suatu Negara sehingga memungkinkan terciptanya kehidupan yang
lebih baik dengan dilandasi pada rationalitas dan kebebasan manusia . Negara
dalam hal ini harus terus menerus menyandarkan diri dalam rasionalitasnya agar
tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan berupa penyalahgunaan lembaga-lembaga
koersifnya maupun penyalahgunaan kemampuan kesatuannya melalui struktur hukum,
ideologi atau pendidikan.
DARFTAR
PUSTAKA
Menyangkut buku :
16Azra,
Azyumardi,
Menuju
Masyarakat Madani ,Bandung : PT. Remaja
ISBN: 978-979-011- 690-0
Purwanto, Bambang Tri & Sunardi. 2010. Membangun
Wawasan Kewarganegaraan 2. Solo : PT
Tiga Serangkai. Winarto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi, Paradigma Baru. Jakarta : PT Bumi Aksara
Menyangkut internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://www.scribd.com/doc/16075778/Demokrasi
0 komentar:
Posting Komentar