Pengaruh dan Contoh
Antroposentrisme dalam Pembangunan Kota di Indonesia
Disusun
oleh :
ü IRFAN
HIDAYAT
ü 13520103
ü IP4L
PEMERINTAH
KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH
TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan
Timoho 317, Yogyakarta 55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berawal dari UU Keuangan Negara,
pemerintah membentuk KSAP yang ditugasi menyusun konsep pra-PP (bakalan PP)
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dengan hasil terbaru berupa PP 71 tahun
2010.Tiga tahun kemudian, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan
Permendagri 64 tahun 2013 tentang penerapan standar akuntansi pemerintahan
berbasis aktual pada pemerintah daerah, ditetapkan tanggal 3 Desember 2013,
diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2013, berlaku pada tanggal
diundangkan.Dengan demikian, awal tahun 2014 dapat dikatakan sebagai awal tahun
penerapan akuntansi pemerintah daerah berbasis akrual, adalah pencanangan tahun
pembangunan kebijakan akuntansi, bagan akun akuntansi, sistem akuntansi tiap pemerintah
daerah, dan tahun uji coba proses akuntansi akrual pada tiap pemerintah
daerah.Peraturan Menteri Dalam Negeri 64 tahun 2013 tersebut memberi fasilitas
berupa pedoman akuntansi (sesuai Pasal 2 Permendagri tersebut) untuk keperluan
penerapan SAP Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah yang mencakupi
panduan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah, panduan Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah (SAPD) dan Bagan Akun Standar (BAS), mengandung implikasi
praktis operasional pada tataran pemerintah daerah, diungkapkan pada makalah
ini.Dalam Peraturan tersebut terdapat berbagai istilah unik seperti Pedoman,
Panduan, Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) perlu diakomodasi dalam
Perda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, maka masalah tugas ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut
1.
Apa yang dimaksud dengan kebijakan
pemda tentang?
2.
Bagaimana
pengaruh Antroposentrisme dalam pembangunan kota di Indonesia?
3.
Apa
contoh kasus yang terjadinya ?
1.3 Tujuan
Dalam penulisan
tugas ini saya
mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
Untuk menambah
pengetahuan saya dan pembaca mengenaiAntroposentrisme dalam pembangunan kota di Indonesia.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan
tugas
ini saya menggunakan beberapa metode dalam melakukan pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.
Dengan mencari informasi dari internet
tentang Antroposentrisme dalam pembangunan kota di Indonesia
2.
Dengan mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang Antroposentrisme dalam pembangunan kota di Indonesia.
3.
Dengan bertanya kepada orang-orang yang ahli dan lebih
mengetahui tentang
Antroposentrisme dalam pembangunan kota di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
11.1 Pengaruh Antroposentrisme dalam Pembangunan
Kota di Indonesia
Antroposentrime
adalah model pembangunan kota yang dipinpin oleh masyarakat, model
antroprosentrisme menekankan pentignya pembangunan kota dengan melibatkan
partisipasi masyarakat yang lebih luas, locus utama dari antroposentrisme
adalah model pembangunan kota yang humanis dan nihil kekerasan/apa yang disebut
dengan istilah “human develovment”.
Faktor alam
memang memegang peranan cukup besar sebagai penyebab terjadinya bencana .
Namun, pokok permasalahan yang
sesungguhnya terletak pada penyimpangan dalam konsep pembangunan kota.
Pembangunan kota yang terjadi di Indonesia selama ini bersifat parsial yang
sangat terpaku pada kepentingan manusia atau antroposentris dan
mengabaikan faktor lain yang berperan dalam proses pembangunan. Pembangunan
yang ideal adalah pembangunan yang bersifat berkelanjutan dimana pembangunan
tersebut mempertimbangkan tiga faktor, yaitu ekonomi, ekologi dan sosial.
Tampaknya selama ini pembangunan yang dilakukan di setiap kota di Indonesia
lebih menitik beratkan pada kepentingan ekonomi semata. Dengan tanpa adanya motivasi ekonomi, maka pembangunan
akan kehilangan arahnya. Aspek ekonomi pula yang telah membuat pembangunan
semakin pesat. Kemajuan fisik dan materi merupakan tujuan dan karakteristik
dari pembangunan yang berbasiskan pada aspek ekonomi. Namun kita lupa
memasukkan pertimbangan aspek ekologi dalam perencanaan pembangunan kota di
Indonesia. Ini berdampak pada kerusakan lingkungan kawasan itu sendiri.
Berbagai bencana menjadi indikasi nyata dari kegagalan pembangunan kota di
Indonesia.
11.2 Contoh Pengaruh
Antroposentrisme dalam Pembangunan Kota di Indonesia
Banjir
Jakarta menjadi contoh pengaruh Antroposentrisme Pembangunan Kota di Indonesia,
dengan Aspek ekologi yang benar-benar
diabaikan oleh kota Jakarta ini adalah
eksistensi Daerah aliran sungai (DAS) yang seharusnya menjadi kawasan serapan
air tidak difungsikan secara normal. Sebagai contoh, DAS di daerah Jakarta
Utara yang merupakan muara berbagai sungai di Jakarta sekarang dialihfungsikan
menjadi daerah perumahan elit. Padahal kita tahu bahwa kawasan tersebut
merupakan kawasan mangrove yang berfungsi untuk mencegah banjir rob dari Laut
Jawa. Selain itu, keberadaan kawasan hijau dan waduk penampungan air sebagai
stabilisator siklus air di Jakarta sangat minim. Tampaknya Jakarta lebih
tertarik untuk mempercantik kotanya dengan melakukan pemekaran kawasan mall dan
perumahan elit dibanding membangun kawasan hijau atau waduk yang dinilai kurang
menguntungkan, lagi-lagi dipandang dari sisi ekonomi.
Jika
dipandang dari sisi sosial, permasalahan banjir Jakarta juga bersumber dari
paham antroposentris yang dianut masyarakatnya. Kesenjangan pembangunan
dalam dimensi sosial juga berdampak langsung pada isu banjir di Jakarta.
Pembangunan di Jakarta menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat di berbagai
penjuru tanah air untuk mencari peruntungan di ibukota. Banyak kaum urban dari
berbagai daerah di tanah air berbondong-bondong masuk dan memadati Jakarta.
Selain itu juga terjadi dikotomi pemukiman antara si kaya dan si
miskin. Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi cukup mapan, area
permukiman mereka terpusat pada pusat-pusat kota yang strategis. Ini
dikarenakan mereka mampu menanggung beban ekonomi yang harus dikeluarkan sebagai
konsekuensi logis atas hak yang telah mereka dapatkan untuk menempati kawasan
tersebut. Bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang kurang, dengan jumlah
mayoritas dan umumnya kaum urban, mereka terpaksa tinggal di luar area
permukiman yang telah disediakan oleh pemerintah daerah. Akhirnya, mereka
menggunakan kawasan non-pemukiman sebagai kawasan tempat tinggalnya yang
umumnya di DAS, kawasan penyerapan air, dan sebagainya. Hal ini berdampak
kurangnya daerah resapan air yang menyebabkan banjir di Jakarta.
Dari paparan
pemicu permasalahan di Jakarta ini, kita dapat menarik benang merah bahwa paham
antroposentris telah sangat melekat pada masyarakatnya dan menyebabkan semua
bencana yang terjadi sekarang. Filosofi antroposentris murni menganggap manusia
sebagai pengendali ekologi bumi dan telah melahirkan sifat konsumerisme dan
hedonisme yang sangat menggambarkan sifat dari masyarakat Jakarta. Dalam
prinsip antroposentris, apapun yang ada di muka bumi ini merupakan alat untuk
pemuas keinginan manusia. Makhluk selain manusia dan seluruh benda alam lainya
eksis hanya semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Oleh karena itu,
eksploitasi besar-besaran terhadap alam dengan dalih kesejahteraan bagi hidup
dihalalkan. Sumber daya alam diambil sebanyak mungkin untuk memenuhi konsumsi
manusia-manusia Jakarta.
Sejalan
bergulirnya permasalahan di kota Jakarta dengan ke-antroposentris-annya,
tentu pada akhirnya juga akan muncul satu paham yang mengkritisi paham ini.
Sebut saja sebagai prinsip antroposentris era baru yang menggambarkan prinsip
antroposentris yang lebih menghargai alam. Prinsip yang dikembangkan W.H Murdy
ini beranggapan bahwa manusia memang bagian dari jaringan kehidupan. Sama
seperti spesies lain di muka bumi, manusia mempunyai tujuan untuk tetap eksis,
dan perjuangan untuk mendapatkan eksistensi ini sangat dihargai. Namun dalam
memandang lingkungan, manusia yang menganut paham antroposentris era baru ini
akan selalu memberi penilaian pribadi terhadap suatu ekosistem dan akan
menghargai lingkungan tetapi tetap dengan pertimbangan untuk kepentingan sustainability
kehidupan mereka sendiri. Paham antroposentris era baru ini berbeda dengan
paham ekosentrik yang menghargai eksistensi lingkungan sekitar tanpa
embel-embel kepentingan apapun dimana pada kenyataannya aktualiasasi paham ini
akan sulit sekali dicapai.
0 komentar:
Posting Komentar