Latest Post

Random Posts

Kamis, 19 Mei 2016

AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK



AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK
Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas matakuliahDasar-Dasar Administrasi Publik

Disusun oleh :
·       IRFAN HIDAYAT
·       M. ADUM PAMUNGKAS
·       DASA
·       DISON NENOTEK
·       IP4L
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan Timoho 317, Yogyakarta 55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi.

Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability).
Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas. Governmental Accounting Standards Board dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan  pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami. Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya. Pada saat ini, Pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah tugas  ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut
1.                  Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas sektor publik ?
2.                  Apa contoh dari akuntabilitas sektor publik yang terjadi ?
1.3  Tujuan
Dalam penulisan tugas ini kami mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
1.                  Untuk menambah pengetahuan kami dan pembaca mengenai akuntabilitas sektor publik dan contoh yang terjadi dalam sistem pemerintah.

1.4  Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan tugas ini menggunakan beberapa metode dalam melakukan pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.                  Dengan mencari informasi dari internet tentang akuntabillitas sektor publik.
2.                  Dengan mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang akuntabilitas sektor publik.
3.                  Dengan bertanya kepada orang-orang  yang ahli dan lebih mengetahui tentang akuntabilitas sektor publik.













BAB II
PEMBAHASAN
11.1 Pengertian Akuntabilitas Sektor Publik
Akuntabilitas Publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memeiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntansi Pemerintah adalah aktivitas pemberian jasa (service activity) untuk menyediakan informasi keunagan kepada para pengguna (users) dalam rangka pengambilan keputusan dengan melakukan proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan yang timbul dari kegiatan suatu organisais untuk menghasilkan informasi keuangan.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik. American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik.
Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam:
1.      Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)
Pertanggungjawaban vertikal adalah adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misal pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR.
2.      Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability)
Pertanggungjawaban horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. 
Akuntabilitas dan Stewardship
Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan accountability mengacu  pada pertanggungjawaban oleh seorang steward kepada pemberi tanggung jawab. Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujidkannya daripada memberantas korupsi (Turner and Hulme, 1997). Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mangharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horozontal bukan hanya pertanggungjawaban vertikal. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik. Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari beberapa dimensi. Ellwood (1993)menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yan harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan. Sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses
Hal ini mengacu pada apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalamhal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajeman, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas ini terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaba pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Akuntabilitas sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas srktor publik tersebut. Akuntabilitas sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta memfasilitasi terciptanya akuntabilitas publik.Sektor public sering di nilai sebagai sarang in-efisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana dan institusi yang selalu merugi. Tuntutan agar organisasi sketor public memperhatikan value for money dalam menjalan aktivitasnya.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisai sector public yang mendasarkan pada :
·                     Ekonomi, artinya sejauh mana sector public dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindarkan pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
·                     Efisiensi, merupakan perbandingan outpu-input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah di tetapkan
·                     Efektifitas, tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
11.2 ANALISIS  AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK PADA PEMERINTAH
Dalam penyelenggaraan pemerintah sangat diperlukan akuntabilitas sebagai wujud dari pertanggungjawaban pemerintah atas semua hal yang telah dikerjakannya. Seorang administrator publik harus mampu mengembangkan sikap-sikap yang menunjukkan adanya akuntabilitas terhadap rakyat. Rakyat lah yang akan menilai seberapa jauh para pejabat publik itu mampu menghasilkan suatu pekerjaan yang selalu ditunjukkan dengan akuntabilitas yang tinggi. Ketika para pejabat publik tidak mampu mempertanggungjawabannya berdasarkan asas transparansi, maka seringkali rakyat mengeluhkan dan cenderung menyatakan bahwa seorang pejabat itu tidak mampu bertindak sesuai dengan amanah mereka. Rakyat hanyalah dijadikan sebagai alat untuk mampu merealisasikan kepentingan para pejabat publik. Ketika kepemimpinan pejabat publik menyakiti hati rakyat, seperti banyak ditampilkan di berbagai daerah di Indonesia terjadilah demo dimana-mana yang hanya menuntut kepemimpinan seorang pejabat publik dapat ditanggalkan.
Rakyat bisa saja geram karena mereka juga sudah ikut andil dalam menyukseskan pembangunan pemerintah dengan membayar pajak misalnya, mereka ingin uang yang sudah mereka berikan untuk negara dapat mereka nikmati hasilnya dengan peningkatan pembangunan. Tetapi, apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan kepuasan dari pemerintah tentang hasil yang mereka peroleh dengan meratanya pembangunan segala bidang di seluruh Indonesia?. Ketika pemerintah mengelu-elukan dana subsidi BBM akan dikurangi sehingga harga BBM harus dinaikkan. Ketika disatu sisi uang yang telah diberikan dalam bentuk pajak oleh rakyat justru malah dikorupsi oleh segelintir orang yang kurang memiliki moral etika yang baik. Ketika uang dari rakyat banyak yang dikorupsi sehingga pendapatan negara juga berkurang. Berapa puluh triliun dana yang sudah dimakan oleh para koruptor. Meskipun KPK sudah mencoba menyita semua aset yang dimiliki oleh sang koruptor, tapi apakah semua itu sudah selesai dalam hal membuat para koruptor itu jera karena hartanya telah diambil haknya oleh negara. Bagaimana jika masih ada sisa dana-dana lain hasil korupsi yang belum dapat diungkapkan semua? yang tidak bisa dilacak karena dipindahkan atas nama orang lain yang merupakan indikasi dari tindakan pencucian uang. Apakah semua pegawai pajak sudah bersih dari tindakan praktek korupsi? Perlu adanya evaluasi terhadap harta kekayaan pegawai pajak secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan Dirjen Pajak mendapatkan perhatian yang tinggi dari masyarakat atas kasus korupsi yang seringkali terjadi pada lembaga tersebut. Contoh sejumlah kasus mafia pajak yang mencuat dalam 2 tahun terakhir yang menyita perhatian publik diantaranya:
1.      Gayus Tambunan (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menyalahgunakan wewenang saat menangani keberatan pajak Rp. 570,92 juta. Memiliki rekening dengan dana Rp. 25 miliar. Jumlah dana dan transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya. Gayus divonis dengan hukuman 7 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan (19/1/2011)
2.      Bahasyim Assifie (Mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII) dengan kasus menerima Rp 1 miliar dari wajib pajak dan pencucian uang atas hartaya Rp 60,82 miliar dan 681.000 dollar AS. Memiliki dana hingga Rp 70 miliar di rekening. Jumlah dana transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya. Bhasyim divonis dengan hukuman10 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan (3/2/2011).
3.      Dhana Widyarmika (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menerima gratifikasi Rp 2,75 miliar dari PT Mutiara Virgo. Dhana Widyarmika terbukti memiliki 12 rekening di 7 bank dengan aliran dana hingga Rp 97 miliar pada salah satu rekening. Sejumlah aliran dana bersumber dari tiga wajib pajak. Dhana Divonis dengan hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor (9/11/2012).
4.      Tommy Hindratno (Mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo) dengan kasus menerima Rp 280 juta terkait restitusi pajak PT Bhakti Investama,Tbk. Transaksi dilakukan di sebuah rumah makan di Tebet, Jakarta. Uang suap sebesar Rp 280 juta. Tommy Hindratno divonis dengan hukuman 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta (18/02/2013).
5.      Pargono Riyadi (Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak) dengan kasus melakukan pemerasan kepada wajib pajak dengan nilai ratusan juta rupiah. Transaksi dilakukan di Stasiun Gambir, kurir menyerahkan uang Rp 25 juta yang dibungkus tas plastik di lorong stasiun. Proses hukuman masih berjalan (10/4/2013)
6.      Eko Darmayanto dan Mohamad Dian Irwan (penyidik di Direktorat Jenderal pajak pada kantor Wilayah Jakarta Timur) dengan kasus menerima uang 300.000 dollar Singapura atau sekitar Rp2,3 miliar dari PT The Master Steel dalam operasi tangkap tangan pegawai pajak di halaman terminal III Bandara Soekarno Hatta (15/05/2013). Proses hukum masih berjalan.
Para pelaku koruptor ini harus dihukum berat, karena tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga di dalam ajaran agama apapun dilarang dan merupakan dosa besar. Tentunya kita semua mengharapkan sekali kinerja Dirjen Pajak menjadi semakin lebih baik ketika mereka mendapatkan renumerasi atau peningkatan pendapatan para pegawai akan tetapi apa hasilnya?padahal mereka yang meminta duluan diprioritaskan untuk melakukan Reformasi Birokrasi dengan jalan memberikan renumerasi. Akan tetapi semua seakan-akan menjadi sia-sia karena justru mereka sendiri yang memulai untuk memberikan celah bagaimana membuat praktek korupsi yang lebih besar lagi. Para koruptor hanya menghabiskan uang negara saja tanpa memikirkan rakyat kecil yang membutuhkan bantuan pemerintah sedangkan uang pemerintah saja dikorupsi. Kita semua rakyat Indonesia berharap bahwa para penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam memproses segala bentuk praktek korupsi. Hal ini dikarenakan kasus-kasus tersebut diatas merupakan megaskandal pajak negara yang harus dibongkar sampai hal yang terkecil serta harus diadili seadil-adilny.
Berbicara soal adil? Apakah hukuman para koruptor itu sudah cukup memuaskan hati rakyat yang sudah tersaikiti atas sikap para pegawai pemerintah tersebut. Ketika di negara lain memberikan hukuman bagi para koruptor hukuman seberat-beratnya, akan tetapi kenapa dengan di Indonesia? Begitu ringannya hukuman bagi para koruptor apakah akan membuat efek jera. Masyakat banyak yang mengeluhkan kenapa para koruptor diberikan hukuman yang ringan? Korupsi boleh dibilang seperti mata rantai yang tidak pernah bisa putus akan selalu mengakar dan bisa berakibat fatal terhadap masa depan bangsa Jika seandainya para koruptor diberikan hukuman yang berat, maka secara nyata itu akan membawa efek jera terhadap para pegawai publik khususnya dan memberikan contoh yang baik terhadap generasi muda pada umumnya agar mereka tidak berani melakukan tindakan korupsi. Di masa yang akan datang, Indonesai akan bisa menekan terjadinya praktek korupsi. Dari sekarang saja para generasi muda disuguhkan dengan contoh praktek korupsi yang merajalela dan dengan hukuman yang boleh dibilang tidak terlalu berat. Hal yang sangat ditakutkan adalah ketika mereka melihat bahwa ternyata hukuman korupsi itu jauh lebih ringan dan telah membuat mindset dalam diri mereka. Peraturan hukum di Indonesia seharusnya dirubah untuk membuat efek jera kepada para koruptor karena itu akan menyelamatkan generasi muda kita di masa yang akan datang. Siapa pemimpin yang mampu merubah tatanan buruk yang sudah ada untuk menyongsong era yang jauh lebih baik? Kita tunggu saja semoga suatu hari nanti bangsa Indonesia akan dipimpin oleh orang paling the best diantara yang the best.
11.3 CONTOH PERTANGGUNGJAWABAN SEKTOR PUBLIK PADA DAERAH
Penjabat Bupati Kabupaten Pangandaran Endjang Naffandy hingga kini masih menunggu keputusan terkait Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD). Pasalnya, saat ini susunan tersebut masih dibahas di Jakarta.
"Kita sudah mengajukan ke kementrian melalui Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Saat ini surat masih berada di Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," ujarnya, Minggu
Endjang menjelaskan, setelah dari Menpan, susunan tersebut baru diserahkan ke Kementrian Dalam Negeri. Dan, akhirnya diberikan kepada Kabupaten Pangandaran. "Kita terus melakukan upaya, dan mendorong agar segera rampung. Sebab, SOPD itu kunci agar roda pemerintahan dapat segera bergerak," jelasnya.
Masih, dikatakan Endjang, sebelumnya usulan yang disodorkan dari Kemendagri yaitu satu Sekretariat Daerah (Setda), lalu satu Sekretariat Dewan (Setwan), delapan dinas, dan empat lembaga teknis daerah. Akan tetapi, dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tetap menginginkan hanya tujuh dinas. "Dari Menpan tetap menginginkan hanya tujuh dinas. Dari Kemendagri, delapan dinas yang diajukan," ujarnya.
Mengetahui hal tersebut, Endjang mengaku akan menunggu hasil pembahasan dari Menpan. Besar harapan, itu dapat segera selesai pembahasannya.
Untuk Sekda, nantinya akan ada dua asisten. Untuk Asisten I terdapat empat bagian. Yaitu Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum dan Organisasi, Bagian Kepegawaian, dan Bagian Umum. Kemudian untuk Asisten II Setda di dalamnya ada tiga bagian. Yakni Bagian Perekonomian, Bagian Pembangunan, dan Bagian Kesejahteraan Rakyat. "Untuk Sekwan, yaitu Sekretarian DPRD," jelasnya.
Selanjutnya untuk delapan dinas yang diusulkan oleh Kemendagri yaitu Dinas Pendidkan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Lalu Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Sosial dan Tenaga Kerja dan Transmigarasi.
Berikutnya Dinas Pariwisata, Ekonomi kreatif, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Dinas Pekerjaan Umum. Kemudian Dinas Kelautan, Pertanian dan Kehutanan.
Selanjutnya Dinas Perindustian Perdagangan Koperasi dan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dan, terakhir Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. "Untuk lembaga teknis daerah ada empat, yaitu Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda red.)," ujarnya.
Lembaga teknis daerah lainnya adalah Badan Kesbangpol, Linmas dan Penanggulangan Bencana. Dan, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, KB dan Pemerintahan Desa.
Sementara itu, Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran Supratman berharap pada Juli mendatang, SOPD dapat segera terbentuk. Dan, pemerintahan Kabupaten Pangandaran sudah dapat berjalan. "Saat ini, bupati belum dapat bekerja optimal. Belum ada SOPD," jelasnya.
Dengan sudah adanya SOPD, nantinya diharapkan seluruh bagian, dinas dan lainnya dapat bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Ditambahkan dia, hingga saat ini untuk dana operasional bupati itu masih dari presidium. Sedangkan dari Kabupaten Ciamis, belum ada. Sumber PikiranRakya

AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK Rating: 4.5 Diposkan Oleh: IrfanHD

0 komentar:

Posting Komentar