AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK
Tugas ini diajukan untuk
memenuhi tugas matakuliahDasar-Dasar Administrasi Publik
Disusun
oleh :
·
IRFAN HIDAYAT
·
M. ADUM
PAMUNGKAS
·
DASA
·
DISON
NENOTEK
·
IP4L
PEMERINTAH
KOTA YOGYAKARTA
SEKOLAH
TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
Jalan
Timoho 317, Yogyakarta 55225 Indonesia eMail info@apmd.ac.id
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
Telp. +62 274 561971 - Fax. +62 274 51598
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa
ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik
di pusat maupun daerah.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui
suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Pada
dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan atas
aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi
informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak
untuk didengar aspirasinya.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran,
akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan
akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting
untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya
prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika
masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan,
penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga
meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi
serta melakukan efisiensi.
Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan
dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung
(diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak
langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban
pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah
daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability).
Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih
menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas. Governmental Accounting Standards Board dalam
Concepts Statement No. 1 tentang
Objectives of Financial Reporting menyatakan
bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang
didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan
atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban
pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa laporan keuangan
pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi,
sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang
dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi, membantu
menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan
masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam mengevaluasi
tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang
merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber
daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal
harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami. Transparansi
dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan
informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan
integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya.
Pada saat ini, Pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah tugas ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut
1.
Apa
yang dimaksud dengan akuntabilitas
sektor publik ?
2.
Apa
contoh dari akuntabilitas sektor publik yang terjadi ?
1.3 Tujuan
Dalam
penulisan tugas ini kami
mempunyai tujuan yang diantaranya yaitu :
1.
Untuk
menambah pengetahuan kami dan pembaca mengenai
akuntabilitas sektor publik dan contoh yang terjadi dalam sistem pemerintah.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam
pembuatan tugas
ini menggunakan beberapa metode dalam
melakukan pengumpulan data diantaranya yaitu :
1.
Dengan
mencari informasi dari internet tentang akuntabillitas sektor publik.
2.
Dengan
mencari informasi dari buku-buku yang berhubungan tentang akuntabilitas sektor publik.
3.
Dengan
bertanya kepada orang-orang yang ahli dan lebih
mengetahui tentang
akuntabilitas sektor publik.
BAB
II
PEMBAHASAN
11.1
Pengertian Akuntabilitas Sektor Publik
Akuntabilitas Publik adalah kewajiban pihak pemegang
amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memeiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntansi Pemerintah adalah aktivitas pemberian jasa (service activity) untuk menyediakan
informasi keunagan kepada para pengguna (users)
dalam rangka pengambilan keputusan dengan melakukan proses pencatatan,
pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan yang timbul dari
kegiatan suatu organisais untuk menghasilkan informasi keuangan.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan
erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki
wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis.
Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk
organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang
mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Secara kelembagaan, domain publik
antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah
serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan
BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Jika dilihat dari variabel lingkungan,
sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan
historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan
definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai
entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi
kebutuhan dan hak publik. American
Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan
akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang
diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta
memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan
pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik.
Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi
untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Kerangka transparansi dan akuntabilitas
publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan
strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran
akuntabilitas publik (channel of
public accountability), dan auditing
sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor
publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor
Publik, dan Auditing Sektor
Publik.
Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam:
1. Akuntabilitas
vertikal (vertical accountability)
Pertanggungjawaban vertikal adalah adalah
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misal pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR.
2. Akuntabilitas
horizontal (horizontal accountability)
Pertanggungjawaban horizontal adalah
pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Dalam konteks organisasi
pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas
aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah,
harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak
publik.
Akuntabilitas dan Stewardship
Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari
stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara
ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan
accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward
kepada pemberi tanggung jawab. Akuntabilitas merupakan konsep yang
kompleks yang lebih sulit mewujidkannya daripada memberantas korupsi (Turner
and Hulme, 1997). Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari
reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mangharuskan
lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban
horozontal bukan hanya pertanggungjawaban vertikal. Tuntutan yang kemudian
muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat
menggambarkan kinerja lembaga sektor publik. Akuntabilitas publik yang harus
dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari beberapa dimensi. Ellwood
(1993)menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yan harus dipenuhi oleh
organisasi sektor publik, yaitu:
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan. Sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan
adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses
Hal ini mengacu pada apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalamhal kecukupan sistem informasi
akuntansi, sistem informasi manajeman, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas
proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif, dan murah biaya.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas ini terkait dengan pertimbangan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan
biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan
pertanggungjawaba pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat
luas.
Akuntabilitas sektor publik tidak bisa melepaskan diri
dari pengaruh kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas srktor publik
tersebut. Akuntabilitas sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan
dan pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta
memfasilitasi terciptanya akuntabilitas publik.Sektor public sering di nilai
sebagai sarang in-efisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana dan institusi
yang selalu merugi. Tuntutan agar organisasi sketor public memperhatikan value
for money dalam menjalan aktivitasnya.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisai sector public yang
mendasarkan pada :
·
Ekonomi, artinya sejauh mana sector public dapat meminimalisir input
resources yang digunakan yaitu dengan menghindarkan pengeluaran yang boros dan
tidak produktif.
·
Efisiensi, merupakan perbandingan outpu-input yang dikaitkan dengan standar
kinerja atau target yang telah di tetapkan
·
Efektifitas, tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan.
11.2 ANALISIS AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK PADA PEMERINTAH
Dalam
penyelenggaraan pemerintah sangat diperlukan akuntabilitas sebagai wujud dari
pertanggungjawaban pemerintah atas semua hal yang telah dikerjakannya. Seorang
administrator publik harus mampu mengembangkan sikap-sikap yang menunjukkan
adanya akuntabilitas terhadap rakyat. Rakyat lah yang akan menilai seberapa
jauh para pejabat publik itu mampu menghasilkan suatu pekerjaan yang selalu
ditunjukkan dengan akuntabilitas yang tinggi. Ketika para pejabat publik tidak
mampu mempertanggungjawabannya berdasarkan asas transparansi, maka seringkali
rakyat mengeluhkan dan cenderung menyatakan bahwa seorang pejabat itu tidak
mampu bertindak sesuai dengan amanah mereka. Rakyat hanyalah dijadikan sebagai
alat untuk mampu merealisasikan kepentingan para pejabat publik. Ketika
kepemimpinan pejabat publik menyakiti hati rakyat, seperti banyak ditampilkan
di berbagai daerah di Indonesia terjadilah demo dimana-mana yang hanya menuntut
kepemimpinan seorang pejabat publik dapat ditanggalkan.
Rakyat
bisa saja geram karena mereka juga sudah ikut andil dalam menyukseskan pembangunan
pemerintah dengan membayar pajak misalnya, mereka ingin uang yang sudah mereka
berikan untuk negara dapat mereka nikmati hasilnya dengan peningkatan
pembangunan. Tetapi, apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan kepuasan dari
pemerintah tentang hasil yang mereka peroleh dengan meratanya pembangunan
segala bidang di seluruh Indonesia?. Ketika pemerintah mengelu-elukan dana
subsidi BBM akan dikurangi sehingga harga BBM harus dinaikkan. Ketika disatu
sisi uang yang telah diberikan dalam bentuk pajak oleh rakyat justru malah
dikorupsi oleh segelintir orang yang kurang memiliki moral etika yang baik.
Ketika uang dari rakyat banyak yang dikorupsi sehingga pendapatan negara juga
berkurang. Berapa puluh triliun dana yang sudah dimakan oleh para koruptor.
Meskipun KPK sudah mencoba menyita semua aset yang dimiliki oleh sang koruptor,
tapi apakah semua itu sudah selesai dalam hal membuat para koruptor itu jera
karena hartanya telah diambil haknya oleh negara. Bagaimana jika masih ada sisa
dana-dana lain hasil korupsi yang belum dapat diungkapkan semua? yang tidak
bisa dilacak karena dipindahkan atas nama orang lain yang merupakan indikasi
dari tindakan pencucian uang. Apakah semua pegawai pajak sudah bersih dari
tindakan praktek korupsi? Perlu adanya evaluasi terhadap harta kekayaan pegawai
pajak secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan Dirjen Pajak mendapatkan perhatian
yang tinggi dari masyarakat atas kasus korupsi yang seringkali terjadi pada
lembaga tersebut. Contoh sejumlah kasus mafia pajak yang mencuat dalam 2 tahun
terakhir yang menyita perhatian publik diantaranya:
1.
Gayus
Tambunan (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menyalahgunakan wewenang
saat menangani keberatan pajak Rp. 570,92 juta. Memiliki rekening dengan dana Rp. 25 miliar. Jumlah dana
dan transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya. Gayus divonis dengan hukuman 7
tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan (19/1/2011)
2.
Bahasyim
Assifie (Mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII)
dengan kasus menerima Rp 1 miliar dari wajib pajak dan pencucian uang atas
hartaya Rp 60,82 miliar dan 681.000 dollar AS. Memiliki dana hingga Rp 70
miliar di rekening. Jumlah dana transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya.
Bhasyim divonis dengan hukuman10 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan
(3/2/2011).
3.
Dhana
Widyarmika (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menerima gratifikasi Rp
2,75 miliar dari PT Mutiara Virgo. Dhana Widyarmika terbukti memiliki 12
rekening di 7 bank dengan aliran dana hingga Rp 97 miliar pada salah satu
rekening. Sejumlah aliran dana bersumber dari tiga wajib pajak. Dhana Divonis
dengan hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor (9/11/2012).
4.
Tommy
Hindratno (Mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Sidoarjo) dengan kasus menerima Rp 280 juta terkait restitusi pajak PT
Bhakti Investama,Tbk. Transaksi dilakukan di sebuah rumah makan di Tebet,
Jakarta. Uang suap sebesar Rp 280 juta. Tommy Hindratno divonis dengan hukuman
3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta (18/02/2013).
5. Pargono Riyadi (Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Direktorat Jenderal Pajak) dengan kasus melakukan pemerasan kepada wajib pajak
dengan nilai ratusan juta rupiah. Transaksi dilakukan di Stasiun Gambir, kurir
menyerahkan uang Rp 25 juta yang dibungkus tas plastik di lorong stasiun. Proses
hukuman masih berjalan (10/4/2013)
6. Eko
Darmayanto dan Mohamad Dian Irwan (penyidik di Direktorat Jenderal pajak pada
kantor Wilayah Jakarta Timur) dengan kasus menerima uang 300.000 dollar
Singapura atau sekitar Rp2,3 miliar dari PT The Master Steel dalam operasi
tangkap tangan pegawai pajak di halaman terminal III Bandara Soekarno Hatta
(15/05/2013). Proses hukum masih berjalan.
Para
pelaku koruptor ini harus dihukum berat, karena tidak hanya melanggar hukum
negara, tetapi juga di dalam ajaran agama apapun dilarang dan merupakan dosa
besar. Tentunya kita semua mengharapkan sekali kinerja Dirjen Pajak menjadi
semakin lebih baik ketika mereka mendapatkan renumerasi atau peningkatan
pendapatan para pegawai akan tetapi apa hasilnya?padahal mereka yang meminta
duluan diprioritaskan untuk melakukan Reformasi Birokrasi dengan jalan
memberikan renumerasi. Akan tetapi semua seakan-akan menjadi sia-sia karena
justru mereka sendiri yang memulai untuk memberikan celah bagaimana membuat
praktek korupsi yang lebih besar lagi. Para koruptor hanya menghabiskan uang
negara saja tanpa memikirkan rakyat kecil yang membutuhkan bantuan pemerintah
sedangkan uang pemerintah saja dikorupsi. Kita semua rakyat Indonesia berharap
bahwa para penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam memproses segala bentuk
praktek korupsi. Hal ini dikarenakan kasus-kasus tersebut diatas merupakan
megaskandal pajak negara yang harus dibongkar sampai hal yang terkecil serta
harus diadili seadil-adilny.
Berbicara
soal adil? Apakah hukuman para koruptor itu sudah cukup memuaskan hati rakyat
yang sudah tersaikiti atas sikap para pegawai pemerintah tersebut. Ketika di
negara lain memberikan hukuman bagi para koruptor hukuman seberat-beratnya,
akan tetapi kenapa dengan di Indonesia? Begitu ringannya hukuman bagi para
koruptor apakah akan membuat efek jera. Masyakat banyak yang mengeluhkan kenapa
para koruptor diberikan hukuman yang ringan? Korupsi boleh dibilang seperti
mata rantai yang tidak pernah bisa putus akan selalu mengakar dan bisa
berakibat fatal terhadap masa depan bangsa Jika seandainya para koruptor
diberikan hukuman yang berat, maka secara nyata itu akan membawa efek jera
terhadap para pegawai publik khususnya dan memberikan contoh yang baik terhadap
generasi muda pada umumnya agar mereka tidak berani melakukan tindakan korupsi.
Di masa yang akan datang, Indonesai akan bisa menekan terjadinya praktek
korupsi. Dari sekarang saja para generasi muda disuguhkan dengan contoh praktek
korupsi yang merajalela dan dengan hukuman yang boleh dibilang tidak terlalu
berat. Hal yang sangat ditakutkan adalah ketika mereka melihat bahwa ternyata
hukuman korupsi itu jauh lebih ringan dan telah membuat mindset dalam diri
mereka. Peraturan hukum di Indonesia seharusnya dirubah untuk membuat efek jera
kepada para koruptor karena itu akan menyelamatkan generasi muda kita di masa
yang akan datang. Siapa pemimpin yang mampu merubah tatanan buruk yang sudah
ada untuk menyongsong era yang jauh lebih baik? Kita tunggu saja semoga suatu
hari nanti bangsa Indonesia akan dipimpin oleh orang paling the best diantara
yang the best.
11.3 CONTOH PERTANGGUNGJAWABAN SEKTOR PUBLIK PADA DAERAH
Penjabat Bupati Kabupaten Pangandaran Endjang Naffandy hingga kini masih
menunggu keputusan terkait Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD).
Pasalnya, saat ini susunan tersebut masih dibahas di Jakarta.
"Kita sudah mengajukan ke kementrian melalui
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Saat ini surat masih berada di Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," ujarnya, Minggu
Endjang menjelaskan, setelah dari Menpan, susunan
tersebut baru diserahkan ke Kementrian Dalam Negeri. Dan, akhirnya diberikan
kepada Kabupaten Pangandaran. "Kita terus melakukan upaya, dan mendorong
agar segera rampung. Sebab, SOPD itu kunci agar roda pemerintahan dapat segera
bergerak," jelasnya.
Masih, dikatakan Endjang, sebelumnya usulan yang
disodorkan dari Kemendagri yaitu satu Sekretariat Daerah (Setda), lalu satu
Sekretariat Dewan (Setwan), delapan dinas, dan empat lembaga teknis daerah.
Akan tetapi, dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi tetap menginginkan hanya tujuh dinas. "Dari Menpan tetap
menginginkan hanya tujuh dinas. Dari Kemendagri, delapan dinas yang
diajukan," ujarnya.
Mengetahui hal tersebut, Endjang mengaku akan menunggu
hasil pembahasan dari Menpan. Besar harapan, itu dapat segera selesai
pembahasannya.
Untuk Sekda, nantinya akan ada dua asisten. Untuk
Asisten I terdapat empat bagian. Yaitu Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum dan
Organisasi, Bagian Kepegawaian, dan Bagian Umum. Kemudian untuk Asisten II
Setda di dalamnya ada tiga bagian. Yakni Bagian Perekonomian, Bagian
Pembangunan, dan Bagian Kesejahteraan Rakyat. "Untuk Sekwan, yaitu
Sekretarian DPRD," jelasnya.
Selanjutnya untuk delapan dinas yang diusulkan oleh
Kemendagri yaitu Dinas Pendidkan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Lalu Dinas
Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Sosial dan Tenaga Kerja dan
Transmigarasi.
Berikutnya Dinas Pariwisata, Ekonomi kreatif, Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika. Dinas Pekerjaan Umum. Kemudian Dinas Kelautan,
Pertanian dan Kehutanan.
Selanjutnya Dinas Perindustian Perdagangan Koperasi
dan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dan, terakhir Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. "Untuk lembaga teknis daerah ada
empat, yaitu Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda
red.)," ujarnya.
Lembaga teknis daerah lainnya adalah Badan Kesbangpol,
Linmas dan Penanggulangan Bencana. Dan, Badan Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, KB dan Pemerintahan Desa.
Sementara itu, Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten
Pangandaran Supratman berharap pada Juli mendatang, SOPD dapat segera
terbentuk. Dan, pemerintahan Kabupaten Pangandaran sudah dapat berjalan.
"Saat ini, bupati belum dapat bekerja optimal. Belum ada SOPD,"
jelasnya.
Dengan sudah adanya SOPD, nantinya diharapkan seluruh
bagian, dinas dan lainnya dapat bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Ditambahkan dia, hingga saat ini untuk dana operasional bupati itu masih dari
presidium. Sedangkan dari Kabupaten Ciamis, belum ada. Sumber PikiranRakya

0 komentar:
Posting Komentar